Rabu, 24 November 2010

Toleransi dan Penjahat Perang

(Saya ingin berbicara mengenai mereka, pejuang Palestina, Afghanistan, dan Iraq. Buat saya mereka butuh bantuan, dukungan, dan do'a. Bukan kritikan.)



“Andai saja saya tahu dia akan menjadi apa. Ketika saya melihat semua orang, anak-anak dan perempuan yang terbunuh serta terluka, saya sangat menyesal telah melepaskannya.” (-Henry Tandey, prajurit Inggris yang nyaris membunuh Adolf Hitler dalam pertempuran di sebuah desa di Perancis pada masa Perang Dunia I.)[1]

Petikan kata ini mewakili rasa yang dimiliki dunia terhadap Adolf Hitler. Sosok yang banyak dipuja karena pengaruhnya tetapi juga dibenci atas pembantaian 60 juta orang.

Tidak ada manusia yang menyukai perang. Semua pasti membenci perang. Begitu banyak manusia mati dalam proses yang sia-sia. Lihat bagaimana NAZI membantai musuh politik, bangsa lain, dan kaum Yahudi. Jutaan nyawa manusia melayang untuk sebuah kebanggaan palsu.

Perang sampai sekarang belum usai. Masih ada perang-perang baru di pojok bumi ini. Kita tidak akan dan tidak boleh lupa dengan Palestina, Iraq, dan Afghanistan. Bagaimana seorang warga negara dipaksa untuk menyerahkan harga diri kewarga-negaraannya pada penjajah.

Saya sengaja mengangkat kasus konflik negara mayoritas Muslim. Bukan untuk menyamakan dengan kasus NAZI, justru saya ingin menunjukkan bedanya. Banyak orang berpendapat salah terhadap tindakan penyerangan yang saudara semuslim saya lakukan kepada tentara AS. Bagi beberapa orang, mereka (red: bangsa palestina, Iraq, Afghanistan) adalah pemberontak dan jahat.

Bagi saya itu keliru. Posisi mereka adalah korban perang, bukan pelaku perang. Posisi mereka dipaksa, bukan memaksa. Mereka bertahan, bukan menyerang. Di sini jelas bedanya. Buat saya wajar jika sewaktu-waktu bom menerjang tank-tank AS yang telah menembakkan pelurunya ke rumah-rumah warga sipil. Itu bentuk pertahanan, bukan penyerangan.

Saya sering sedih mendengar sekelompok orang yang atas nama toleransi melarang segala bentuk pertahanan diri. Tak cukup melarang, bahkan mereka menyalahkan saudaranya yang dizholimi dengan sangat hebat. Candaan dan humor-humor yang mereka buat tentang saudaranya begitu ringan terucap, tanpa rasa berat sedikitpun.

Kadang saya membayangkan bagaimana jadinya jika mereka menempati posisi orang-orang yang mereka persalahkan dan olok-olok. Masihkah toleransi yang terus-menerus mereka junjung berlaku? Saya pikir tidak. Bahkan dalam keadaan mereka sekarang, bertoleransi terhadap saudara sedaerah yang berjuang dengan teriakan, tulisan dan diplomasi untuk membantu saudara muslim di Iraq, palestina dan Afghanistan saja mereka tak bisa.

Mereka egois. Mereka hanya bisa bicara masalah toleransi jika menyangkut budaya dan bentuk-bentuk ibadah yang dekat dengan syirik dan bid’ah. Maaf saudaraku, saya harus bilang anda egois.

Toleransi yang anda semua katakan tidak anda lakukan kepada saudara anda yang terdzholimi. Tidak cukup antoleran, tetapi cenderung menyalahkan, mengolok, bahkan membuat candaan yang menyakitkan. Mereka katakan bom bunuh diri haram, konflik Palestina masalah politik, Anti Amerika itu bodoh, dan sebagainya. Jika hal-hal tersebut dikatakan pada saya, saya Cuma bilang, “Wajar, kondisi mereka memaksa mereka bersikap dan melakukan seperti itu..”

Jika anda memang mengaku toleran, biarkan saudara sedaerah anda melakukan pembelaan yang tidak anda lakukan. Bentuk diam anda cukup menunjukkan toleransi anda.

Saya tidak menyuruh anda (red: kelompok yang mengaku toleran) melakukan pembelaan dengan aksi tulisan dan turun ke jalan. Anda punya cara sendiri untuk membela saudara kita semuslim di sana, entah dengan do’a, wirid, atau qunut.Tapi please, jangan pernah mengolok dan membuat candaan tentang mereka. Itu menyakitkan. Bahkan simpati saja anda tidak punya??

Maaf... sekali lagi maaf, saya harus katakan, seorang muslim yang mengaku toleran tetapi tak toleran terhadap saudaranya yang sedang dizholimi lebih jahat dari penjajah yang mendzholiminya. Buat saya orang-orang tersebut membenci perang, tetapi perannya jauh lebih jahat dari penjahat perang.


[1] “Biografi Singkat 1889-1945, Adolf Hitler”, Ferdinand Zaviera


4 komentar:

  1. akhirnya publish jg, jangan malu lagi ketika membuat tlsan ^^b

    BalasHapus
  2. Nanti klo ga malu malah malu-maluin cu... ^^

    BalasHapus
  3. mantap postingannya ....sangat berlandaskan hati nurani.......
    salam kenal ya........

    BalasHapus
  4. Lam kenal juga abenk... ^^

    BalasHapus