This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 02 September 2009

Multi Paradigma Krisis Lingkungan

Bumi ini makin lama makin tandus. Hamparan kehijauan yang seharusnya terlihat semarak di sepanjang kawasan khatulistiwa mulai memutih. Warna putih yang identik dengan dinding beton tersebut telah benar-benar mewarnai lebih dari 2/3 daratan yang ada di dunia ini. Tak beda dengan siang, saat malam pun hampir tak ada bagian gelap yang menjadi ciri khas kawasan tak berpenghuni di hampir seluruh bagian bumi ini. Semuanya terang benderang berkelap-kelip oleh lampu rumah atau pun bangunan tingkat tinggi.

Di dalam tanah yang biasanya tak terlihat entah sudah tinggal tersisa berapa kubik lagi persediaan air yang seharusnya mencukupi kebutuhan manusia di bumi ini. padahal pertumbuhan jumlah populasi manusia yang pesat mengisyaratkan kapasitas cadangan air yang banyak, dan itu tidak ditemui sekarang dengan jumlah bangunan-bangunan tingkat tinggi yang makin banyak. Di beberapa temat bahkan pencarian air dilakukan dengan jalan berkilo-kilo karena memang tempat mereka tinggal tidak memiliki air alias tandus.

Cuaca yang terjadi belakangan ini juga mulai memberontak dengan siklus yang tak menentu. Musim hujan bisa berbulan-bulan tidak diimbangi dengan musim kemaraunya yang hanya sedikit, begitu juga sebaliknya. Tumbuhan-tumbuhan yang biasa mengikuti siklus cuaca secara teratur mengalami penurunan kualitas kehidupan. Buah-buah yang dihasilkan olehnya pun mengalami penurunan kualitas secara drastis. Hewan-hewan yang memiliki habitat di daerah hutan-hutan, rawa, ataupun padang savana harus menerima akibatnya. Habitat mereka rusak akibat cuaca yang tak menentu ini. Akibatnya jelas adalah penurunan jumlah populasi hewan secara drastis.

Gejala-gejala seperti ini jika dibiarkan terus menerus akan menyebabkan hal yang luar biasa berbahaya. Semua kehidupan di bumi ini saling mempengaruhi satu sama lainnya, tak ada yang independen terpisah dari kehidupan makhluk lainnya. Contoh mudahnya adalah masalah rantai makanan yang pasti akan terganggu dengan rusaknya lingkungan di bumi ini. kerusakan rantai makanan yang dimulai dari makin tandusnya bumi, berefek kepada makin langkanya air, lalu berpengaruh terhadap kehidupan tumbuhan, kehidupan tumbuhan yang terganggu menyebabkan terganggu pula hewan-hewan pemakan tumbuhan, terganggunya hewan pemakan tumbuhan menyebabkan terganggunya kehidupan hewan-hewan jenis karnifora, dan ujung-ujungnya berpengaruh terhadap kehidupan manusia itu sendiri yang notabene mengkonsumsi tumbuhan dan hewan.

Banyak hal yang menyebabkan permasalahan ini muncul. Permasalahan ini bisa dikaji dari permasalahan ekonomi, sosial, budaya, politik, pendidikan, tata perkotaan, teknologi, dan lain sebagainya. Walaupun memang hal-hal yang telah disebutkan di atas bukan merupakan penyebab utama dari krisis lingkungan yang terjadi, tetapi keikutsertaan beberapa hal tersebut dalam pemikiran dan langkah mengatasi krisis lingkungan menjadi penting.

Kita tidak bisa memungkiri bahwa kerusakan lingkungan ini terjadi atas sebagian kontribusi dari ekonomi yang mengukur kesejahteraan negaranya dengan pertumbuhan ekonomi, padahal seringkali hal tersebut menjadi bumerang bagi diri sendiri. Ilmu ekonomi yang fatal, hal ini terkait mindset yang salah dalam menafsirkan masalah pertumbuhan ekonomi dan hubungannya dengan kesejahteraan. Dalam buku Paul Ormerod yang berjudul “Matinya Ilmu Ekonomi”, beliau menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak bisa membuktikan kesejahteraan masyarakat di sebuah negara, tetapi malah bisa menjadi bumerang, sebagai angka kehancuran bagi lingkungan negaranya.

Belum lagi ditambah permasalahan tata kota yang semerawutan. Di tempat yang seharusnya menjadi kantung-kantung cadangan air, tiba-tiba dibangun mall, apartment, gedung bertingkat, dan sebagainya yang pasti mengambil berliter-liter air cadangan tersebut. Lapangan golf yang makin banyak membabat hutan-hutan tempat produksi utama udara menambah kacau polusi yang ada di daerah kota tersebut. Di desa pun tak lepas dari permasalahan tata kota ini. Sawah-sawah hijau yang terhampar dan begitu anggunnya terlihat makin lama makin berkurang dan menyempit. Alhasil, akhirnya tempat-tempat tersebut tak ubahnya dengan kota.

Kesadaran masyarakat terkait krisis lingkungan memang seharusnya mulai menjadi perhatian serius. Hal ini penting karena manusia yang berkumpul menjadi masyarakat itulah yang menjadi tonggak perubahan. Banyak hal yang bisa dilakukan manusia untuk mengurangi atau mengatasi krisis lingkungan yang terjadi. Solusi-solusi bisa berasal dari penggunaan teknologi ramah lingkungan, perekonomian yang tidak hanya mengejar angka pertumbuhan ekonomi semata tetapi juga sektor riil dan lingkungan, tata kota yang lebih rapi dan terencana, dan sebagainya. Akan tetapi tetap saja semua itu harus dimulai dengan penanaman mindset yang benar terkait permasalahan krisis lingkungan yang terjadi.