This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 06 November 2008

Keharusan Pergeseran Radikal Mindset Bangsa

Indonesia telah mengumandangkan kemerdekaannya 63 tahun lalu, tepat di 1945 Agustus pagi. Suasana saat itu menggelorakan semangat kebangsaan dan patriotisme yang mengumbar di tiap detak jantung dan nafas dari pejuang-pejuang kemerdekaan indonesia. Aura-aura harapan untuk Indonesia yang berubah dan meraksasa sangat terasa di tengah kerumunan tersebut. Jiwa-jiwa yang gelisah dan marah dengan penindasan dan penyisihan oleh penjajahan belanda kepada keberadaan murni dari bangsa pribumi terdengar gemeretaknya di pagi itu.

63 tahun bukanlah waktu yang sebentar jika derenungi dan ditinjau secara detail. Bangsa ini telah berkali-kali melalui fase yang manis dan pahit. Tahun demi tahun seharusnya menjadi sebuah pembelajaran buat bangsa ini untuk menemukan turning pointnya menuju sebuah kejayaan. Akan tetapi kenyataannya Indonesia masih menjadi sebuah wacana yang belum terlaksana. Mungkin bangsa ini harus terus belajar dari hasil pembelajaran masa lalu. Bangsa ini harus belajar untuk merubah hal yang paling mendasar sebagai pondasi sebuah bangsa yang besar, mindset. Yah, mindset memang menjadi awal dari fokus perubahan manusia atau bangsa. Ini karena memang mindset mendasari sebuah tindakan seseorang atau bangsa. Mindset adalah persepsi, paradigma dan inti dari diri seseorang untuk melihat segala sesuatu dalam kehidupannya. Mindsetlah yang mendasari sebuah attitude/sikap dan inti berarti bahwa perubahan mindset adalah jawaban konkret dari perubahan bangsa ini.

Mindset bangsa saat ini terjebak pada istilah-istilah pragmatisme, hedonisme, instan, dan egoisme. Istilah-istilah tersebut terbangun dari mindset hasil produksi sistem pendidikan dan kondisi bangsa kita beberapa dekade ini. Sistem pendidikan Indonesia yang masih kuno dan tua sekali di bandingkan dengan beberapa negara maju. Contoh sederhana tentang potret pembelajaran pendidikan terhadap generasi penerus bangsa ini diwarnai oleh pemaksaan menjadi satu warna, duduk siap, tangan di atas meja dengan tangan kanan di atas dan tangan kiri di bawah. Memang baik dengan alasan sebuah kedisiplinan dan penanaman keteguhan. Namun hal ini akan salah jika sikap seperti itu dipertahankan dalam situasi proses belajar mengajar. Sikap seperti ini akan membawa kondisi militerisme terbangun justru pada tempat yang seharusnya penuh akan layangan-layangan dan lambungan-lambungan imajinasi, kreatifitas, dan keingintahuan. Sikap seperti ini justru menjadi pembunuh karakter siswa-siswa yang sedang mencari dan belajar akan karakter yang beraneka ragam. Belum lagi masalah yang dihadapi sistem pembelajaran di perguruan tinggi, masalah-masalah umum tentang keberhasilan pemikiran pada tataran konsep yang luar biasa tanpa berhasil mengimplementasikannya dalam dunia kontemporer saat ini. Dunia kontemporer yang serba cepat perubahannya dan serba turbulance ini menuntut sebuah reaksi pembelajaran yang tidak kaku, melainkan fleksibel. Dunia kontemporer saat ini menuntut sebuah jawaban konkret yang revolusioner, yang akhirnya melahirkan para pembelajar-pembelajar peduli, peduli terhadap permasalahan-permasalahan dalam lingkungan, bukan pembelajar-pembelajar egois dan apatis.

Kondisi seperti ini berulang terus menerus dan melahirkan cara berpikir manusia Indonesia yang linear tanpa kritik, konvensional tanpa kreativitas, dan pendek tanpa impian. Belum lagi ditambah dengan kondisi pemerintahan orde baru yang sangat lama berandil dalam pengekangan kreatifitas, otoriter ala militer. Akibatnya saat ini, bisa kita lihat bahwa bertambahnya kaum-kaum terpelajar seperti mahasiswa dan sarjana malah menambah masalah baru bagi bangsa ini, bukan mengurangi masalah buat bangsa ini. Bertambahnya sarjana-sarjana seperti itu malah menambah angka pengangguran dan angka kemiskinan untuk negeri ini, bukan malah mengurangi pengangguran dan kemiskinan dari negeri ini. Semua ini menurut saya adalah akibat dari sistem pembelajaran Indonesia yang salah, sistem pembelajaran yang kuno, mengekang kreatifitas, tidak up to date dan kaku.

Negeri ini butuh perubahan radikal mendasar, perubahan pada sistem. Sistem pembelajaran yang harusnya mengikuti perkembangan zaman, mengikuti perkembangan kondisi yang semakin kompleks. Dan sampai sekarang kita masih mengimpikan sesosok pemimpin yang berani mengambil sikap secara berani dan visioner dalam pembangunan manusia yang berkualitas.