This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 28 Februari 2010

Senja…

Aku selalu suka warna senja. Sore ini, begitu berasa. Entah kenapa, dari balkon ini memandangi langit senja cukup mendamaikan hatiku, menggetarkan, hampir aja ada yang netes dari balik kelopak mata ini.

Keindahan ini begitu merasuk. Mungkin denting-denting nada dari theme song petualangan sherina yang menambah kesyahduannya. Aku teringat semua kenangan yang terkait dengan lagu ini. Langit senja ini seolah berbicara, bercerita tentang indahnya masa itu. Sawah hijau ini juga menatapku lama. Memberikan pandangan manisnya, memberikan makna lucu, yang ngangenin banget.

Tepat saat melodi indah terlantun, burung-burung bergerak terbang rapi berkelompok ke arah matahari terbenam. Sungguh indah… sungguh…. Subhanallah… aku bingung mau mengucapkan apa untuk menuangkannya. Perasaan ini begitu berat, begitu bermakna. Begitu tenang.

Aku ingin menangis, andai saja aku bisa menangis. Entah untuk apa. Pingin aja. Terkadang manusia mesti mengungkapkan perasaannya lewat air mata, yang entah karena apa. Seperti itu yang terjadi padaku sekarang.

Ya Allah… indah sekali… indah sekali…

Aku rindu, aku… hmph… aku ga tau… yang pasti perasaan ini begitu damai… begitu indah… begitu membangkitkan rasa kenangan dan segala anugerah yang Kau berikan padaku…

Aku hanya bisa mengucapkan syukurku… pada-Mu… untuk sore ini…. sore yang indah ini… di atas balkon, langit senja, nada theme song petualangan sherina, dan semilir angin sejuk ini.. serta burung-burung yang terbang berkelompok itu…. Buatku sore ini sungguh indah… sungguh indah…

Wanita… Oh Wanita… Hehehe….

Pria-pria sekuat Napoleon Bonaparte, Adolf Hitler, dan Soekarno mendadak jadi begitu kerdil ketika kisah mereka dengan makhluk bernama wanita terkuak. Gimana nggak? Pria-pria yang dikenal sebagai leader-leader dan inspirator banyak jiwa ini terlihat begitu lemah, bahkan lebih lemah ketika berhadapan dengan wanita dibanding dengan musuh-musuhnya yang bersenjata granat. Contohnya mungkin bisa kita cari lewat google atau wikipedia, soalnya kalo’ dibahas di sini mungkin bakal ngabisin berlembar-lembar kertas putih yang bisa aja nambah parah masalah global warming yang sampai sekarang belum selesai. Atau mungkin juga penulis ga’ nyantumin soalnya pas nulis ini lagi ga’ berhubungan ma dunia maya, males melangkahkan kaki ke warnet, sementara buku yang terkait pun ga’ ada, yah wacana ini ditelan aja mentah-mentah, kalo’ ada yang ga’ percaya bisa nyari informasinya sendiri. Hehehe…

Yang pasti hal ini menjadi pembicaraan yang menarik di kalangan pria-pria yang mengaku kuat, atau sedang belajar ingin menjadi kuat. Wanita memang menjadi masalah utama mereka, walaupun sebenarnya kita tidak seharusnya sepakat untuk mengatakan bahwa wanita memang masalah. Hanya saja, seringkali aktivis-aktivis kampus yang berkali-kali mengucapkan “Merdeka atau Mati!!”, “Hidup Mahasiswa!!”, “Hidup Rakyat Indonesia!!”, atau apalah itu kata-kata sejenisnya, bertekuk lutut dihadapan singgasana keindahan dunia yang disebut wanita. Entah karena kurangnya asupan gizi dan doktrinasi yang diberikan oleh organisasi kampus mengenai permasalahan bangsa sehingga bisa menyingkirkan masalah-masalah yang bisa dianggap ‘tidak penting’, atau memang ini adalah takdir dari jalan hidup pria???

Bisa salah satu dari keduanya, bisa juga keduanya menjadi alasan. Yang jelas Umar bin Khattab pun secara gamblang pernah mengatakan bahwa beliau begitu takutnya berjalan di belakang wanita karena godaan yang bisa saja tiba-tiba menyergap. Hmm… kalo dipikir-pikir, sekelas Umar bin Khattab saja bisa setakut itu dengan wanita, mungkin ada benarnya jika kita berpikir wanita memang sumber utama kelemahan pria. Berarti mungkin benar jika kita mengatakan, pertekukan-lutut para pria dihadapan wanita merupakan bentuk takdir yang harus dijalani oleh pria. Tidak bisa digeneralisir memang, tapi tidak salah juga kan jika ‘teori’ ini menjadi acuan diskusi kita ini? J

Yup…. Wanita… makhluk satu ini memang luar biasa. Entah apa yang bisa begitu menarik dari makhluk satu ini sehingga sihirnya bisa lebih ampuh dari ‘ekspecto petronum’ Harry Potter (bener ga sih tulisannya). Kalo diliat-liat padahal yah biasa aja, sama-sama punya mata, hidung, telinga, tangan, kaki. yah… tapi kenyataannya ada sesuatu yang terpendam yang membuat wanita begitu mudahnya menaklukkan seorang pria… wanita yang dipercaya memiliki lembayung warna pelanginya itu bisa dengan mudahnya menghipnotis kesuntukan pria menjadi embun bahagia, kelemahannya menjadi kekuatan tak ternilai, dan segalanya yang jelek-jelek menjadi bagus-bagus.

Walaupun tidak selamanya begitu juga kawan. Mungkin ada baiknya kita melihat dari sudut pandang negatif untuk menyeimbangkan sudut pandang positif yang telah diulas. Barusan tersiar kabar di televisi bahwa seorang pria tewas gantung diri karena wanita yang dia cintai selingkuh dengan pria lain, tragis sekali. Kisah-kisah yang banyak beredar di dunia dongeng ternyata terjadi juga di dunia nyata. Tidak Cuma itu, di lain tempat dengan waktu yang berbeda, seorang pria menceburkan dirinya di sungai yang sangat deras alirannya, berniat mengakhiri hidupnya di tempat tersebut, dengan alasan cintanya ditolak oleh wanita yang sangat dicintainya.

Beberapa dari kita mungkin mencibir, mengernyitkan dahi, atau bahkan menghina orang-orang tersebut di dalam hati kita. Yah, banyak dari kita akan mengatakan bahwa orang-orang tersebut mikir pendek banget, ga punya semangatlah, lemahlah, atau apalah ungkapan-ungkapan yang lebih cocok ditujukan untuk mereka yang mengalami hal yang mirip seperti itu. Mungkin kita benar dengan menganggap mereka seperti itu, mungkin juga kita salah. Ingatlah sobat, fakta ini berulang kali terjadi dan hal-hal tersebut kisah nyata, bukan rekaan fiksi atau cerita dari negeri antah berantah. Kejadian-kejadian itu muncul dari masyarakat kita, masyarakat Indonesia. Tidak ada yang tahu, apakah jika kita menghadapi masalah yang sama seperti mereka hadapi, kita akan lebih baik dalam bersikap atau bahkan lebih buruk dalam bersikap. Sekali lagi perlu diingat, bahwa wanita memang menjadi pusat terlemah yang dimiliki oleh pria. Itu benar, setidaknya didasarkan oleh ‘teori’ yang kita sepakati di awal diskusi kita tadi. (maksa banget ga sih??)

Sobat, banyak dari kita yang pernah atau bahkan sedang mengalami masalah berat terkait dengan wanita. Entah ditinggal lah, dibuang lah, atau tidak dihiraukan lagi. Mungkin masalah itu begitu beratnya sehingga membuat agenda-agenda yang sudah kita rencanakan gagal total, berantakan, atau mungkin sampai pada tataran disorientasi diri. Hal-hal ini sering terjadi di lingkungan para aktivis pria yang begitu sibuk dan memegang bejibun amanah. Kadang sampai ga mau makan, ga mau ngenet, ga mau jalan, maunya tidur terus di atas kasur mendengarkan lagu-lagu slow ala Phill Collins atau instrumental ala One litre of tears.

Wajar… tapi berbahaya… banyak dari pria-pria itu akhirnya sadar dan bangkit kembali dalam waktu yang relatif singkat, namun banyak juga yang tetep aja begitu dari waktu ke waktu, bahkan makin parah dan makin dalam masuk ke jurang. Kalo udah gitu susah banget ditarik ke atas. Alih-alih mau membantu malah makin menjatuhkan dirinya lebih dalam ke dasar jurang.

Kejadian semacam ini memang punya bermacam-macam solusi dan penyelesaian, tergantung dari kondisi lingkungan dan pria itu sendiri. Tetapi yang jelas, satu argumen yang harus dipegang teguh oleh para pria yang mengaku dirinya kuat adalah, “Harga diri adalah segala-galanya”. Kita boleh sedih, kita boleh suntuk, kita boleh nangis mungkin, kita boleh lemah atau bahkan sampai sakit gara-gara wanita, wajar, namanya juga pria, tetapi argumen tadi ga boleh ilang dari diri kita ketika memang kondisi itu datang dan mengelilingi kita.

Dalam sebuah seminar, ada sebuah masukan yang sangat berharga, tepatnya ketika pembicara seminar tersebut menceritakan titik balik yang membuatnya bangkit dan menjadi penulis buku yang cukup sukses. Luar biasanya, titik balik yang membuatnya bangkit dan tidak ingin menyerah justru ada ketika permasalahan tentang wanita muncul dalam kehidupannya. Singkat yang bisa diceritakan, bahwa dia mengalami keputus-asaan yang sangat karena wanita yang telah menjadi tunangannya tiba-tiba menikah dengan pria lain secara tiba-tiba. Begitu depresinya sampai-sampai bunuh diri menjadi jalan keluar yang terpikir dan hampir dilakukannya.

Hampir… untungnya Tuhan berkehendak lain. Dengan hidayah dan anugerah-Nya, Dia berikan kekuatan pada pembicara ini, dan membuatnya sadar bahwa dirinya terlalu berharga untuk mengakhiri hidup seperti ini. Alhasil dia akhirnya sadar, bahwa “Harga Diri” jauh lebih berharga daripada sesosok keindahan yang bisa juga menjadi racun paling menyedihkan bagi kehidupan para pria.

Kita boleh hancur karena wanita, beberapa dari kita dan pasti kebanyakan dari kita pernah merasakan hal seperti itu. Mungkin juga beberapa dari kita sedang mengalaminya. Apapun itu masalahnya, dan betapapun perihnya, Boyz never cry. “Harga Diri” adalah segalanya, dan dengan itu seharusnya semangat pembalasan dan pantang diinjak menjadi pemacu paling efektif diri kita untuk meraih impian dan perubahan kita ke arah yang terbaik.

Pernah menonton film Ketika Cinta Bertasbih kan? Pasti masih ingat berapa kali seorang Abdullah Azzam mengalami keputus-asaan karena berkali-kali Allah menghendaki kegagalan menikah atasnya. Ga’ tau deh gimana perasaan kita kalo jadi seorang Azzam, bisa jadi kita bakal marah-marah dan menganggap Allah ga’ adil, seperti Aming di filmnya yang berjudul ‘doa’. Tapi faktanya Azzam yang begitu banyak mengalami kegagalan dan kesedihan tetep tegar-tegar aja tuh, ga minder dan jatuh sejatuh-jatuhnya. Endingnya pun bisa ditebak, dengan sikap seperti itu, Allah memberikan yang terbaik untuknya, persis seperti yang Ibunya inginkan, seorang Anna.

Allah akan memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya, walaupun mungkin yang terbaik bukanlah yang disenanginya, walaupun mungkin yang terbaik adalah sesuatu yang menyakitkan untuk diri hamba-Nya.

Keep fokus…. N do the best… buat orang tua,, sahabat, dan diri kita sendiri….

SEMANGAT!!!

Sabtu, 20 Februari 2010

Nasionalisme, Bangsa, dan Tanah Air Islam

Ada hal menarik yang bisa diperhatikan dalam perpolitikan Bangsa Indonesia, khususnya dalam partai yang menjadi lembaga edukasi masyarakat. Pasalnya, beberapa partai yang dahulu menganut jati diri sebagai partai Islam satu per satu telah mengubah asas diri mereka menjadi Pancasila. Alasan dibalik perubahan tersebut bermacam-macam sesuai dengan hasil musyawarah di masing-masing partai. Namun, apapun alasan yang mendasarinya, perubahan asas tersebut memberikan efek domino bagi pemikiran nasionalisme versus Islam. Hal ini terbukti ketika beberapa rancangan undang-undang yang pro syariat mulai menghangat ke permukaan, kaum yang melabeli diri dengan label nasionalis sejati menjadi kelompok yang menentang keras keberadaan rancangan undang-undang tersebut.

Perdebatan ini membingungkan bagi sebagian besar masyarakat muslim Indonesia, khususnya yang tidak memiliki pemahaman cukup terkait pemikiran-pemikiran Islam yang berkembang dewasa ini. Anggapan masyarakat akan mengarah kepada penentangan konsep nasionalisme dengan konsep Islam sebagai agama yang syumul. Fenomena ini menjadi semacam rantai tambahan yang makin menguatkan eksistensi pemikiran sekuler antara Islam dengan negara, dan lambat laun dikhawatirkan berdampak kepada alergi yang terjadi berkaitan dengan campur tangan Islam dalam setiap segi kehidupan manusia. Oleh karena itu, konsep mengenai nasionalisme, bangsa, rakyat dan tanah air perlu dipahami dalam kerangka Islam, dengan tujuan memberikan dasar berpikir tentang Islam sebagai agama yang syumul dan komprehensif.

Nasionalisme Islam adalah nasionalisme yang luas, yang tidak terbatas sekat-sekat geografis dan geopolitik, konsepnya menembus batas-batas aturan manusia, dan hanya tunduk dalam konsep Illahiyah. Bangsa Islam adalah bangsa yang beradab, yang mengucapkan syahadat dan tunduk di bawah dua kalimat syahadat tersebut, yang terikat bukan atas identitas kewarganegaraan, tapi terikat oleh ikatan aqidah. Tanah air islam adalah tanah air di mana di atasnya terucap kata-kata Laa Ilaa ha Illallah, yang jika darah mengalir di atasnya, itu adalah tanggung jawab setiap muslim. Konsep Islam adalah konsep yang luas, di mana setiap makna dan konsep hasil pemikiran manusia telah tercakup di dalamnya, sehingga tidak ada lagi celah bagi siapapun untuk menolak apalagi menentang takdir bahwa Islam memang adalah jalan terbaik menuju keadaan terbaik bagi kehidupan manusia.

Perbenturan konsep Islam dan nasionalisme sudah seharusnya direvisi dari benak publik karena memang pada dasarnya tidak memiliki inti yang bertentangan, hanya saja yang satu jauh lebih paripurna, jauh lebih sempurna, dan jauh lebih lengkap dibanding yang lain. Islam adalah konsep yang luas, terbuka, dan penuh ijtihad dalam bagian mutaghayyirat-nya, karena itu konsep nasionalisme, bangsa, dan tanah air dalam Islam pun tidak akan mengalami kondisi kaku atau yang lebih dikenal dengan nama jumud. Konsep ini penting dipahami oleh setiap muslim guna mengukuhkan jiwanya jauh ke dasar pemikiran terdalam dari Islam. Sehingga pemikiran Islam di tengah ruang-ruang dialektika perang pemikiran ini kan laksana gunung yang kokoh dan tak tergoyahkan oleh apapun.

Sabtu, 13 Februari 2010

Pilihan.....

Aku pernah merasakan jatuh. Sangat jatuh, dimana seolah waktu berputar kian lambat, diiringi oleh rasa asam yang berkubang dalam hatiku. Peristiwa itu bahkan masih teringat olehku, hingga saat ini, menjadi trauma tersendiri yang sedikit banyak mempengaruhiku. Membuatku takut dengan perjalanan hidupku yang mirip dengannya di masa sekarang ataupun masa depan. Trauma itu membekas begitu dalam, seolah telah terukir dan menjadi luka wajah yang tak bisa hilang, yang setiap orang bisa melihatnya walau hanya sekilas, bahkan dengan sakit dan duka yang bercerita dibaliknya.

Jika bisa aku ingin melupakan kisah itu. Membuangnya jauh-jauh, atau menguburnya dalam-dalam sampai tanah itu sendiri tak mengetahui keberadaannya. Namun mungkin belum cukup waktuku tuk mencapai kedalaman itu. Mencapainya butuh waktu yang panjang, dan berbagai peristiwa yang datang menimpa silih berganti, menjadikanku sesosok baru, yang mungkin membuatku lupa siapa diriku.

Dan saat ini, sebelum aku mampu mengubur dalam kisah tragis itu, keadaan mengingatkanku pada kisah itu, dengan segala sakitnya, ketakutannya, kekhawatirannya, kegelisahannya, keputus-asaannya, keterombang-ambingannya, segalanya. Keadaan ini entah terasa begitu mirip.

Entah, aku tak tau, apakah memang ini keinginan-Mu Yaa Rabb? Mengenalkanku dengan kebahagiaan di awal, lalu menempatkanku pada posisi yang sama dengan posisiku di kisah itu, lalu mengakhirinya dengan kehancuranku? Apakah Engkau ingin mendidikku dengan cara-Mu ini Yaa Rabb??? Atau ini semua berawal dari kesalahanku sendiri? Yang tidak berhasil lulus ujian pembuka-Mu? Lalu kau tentukan bahwa akhir dari hamba-Mu yang tak lulus adalah merasakan sakit yang pernah dia rasakan sebelumnya? Yang mana yang akan Kau kehendaki untukku Yaa Allah?

Jika boleh aku mengingatnya kembali, kisah itu, aku mendapati kesalahan yang fatal telah aku lakukan, yaitu keterombang-ambingan. Ketidak-tegasan dan kepasrahanku pada keadaan yang menggiringku akhirnya pada rasa sakit, karena harapan yang begitu lama kunanti akhirnya pupus. Kesalahan itu yang kini membayangiku. Kesalahan yang tidak ingin kuulangi kembali pada kisah saat ini, yang begitu mirip.

Hanya seekor keledai yang akan terjatuh pada lubang yang sama. Mungkin prinsip itu yang saat ini terpikir olehku. Jika di masa yang lalu aku mendapati diriku begitu bodohnya dipermainkan keadaan karena sifat pasrah dan keterombang-ambingan, maka hal itu akan kucoba hapus saat ini.

Afwan jika pilihanku untuk bersikap ternyata menyakiti. Aku mohon maaf… aku harus belajar dari masa lalu, dan menghindari lobang yang sama yang dulu sempat membuatku terjatuh dalam dan terluka parah.

Kadang yang terbaik memang tidak selamanya menyenangkan. Yang terbaik justru sering terasa sangat menyakitkan. Entah untukku, mu, nya, atau siapapun.

Afwan…

Senin, 08 Februari 2010

Hujan

Hujan, mungkin sesuatu yang biasa bagi kebanyakan orang. Setiap hari juga hujan, apanya yang spesial, apanya yang luar biasa, ada juga nyusahin, mau ke mana-mana susah, mesti pake jas hujan, mesti dilinting-linting celana panjangnya, mesti digulung-gulung lengan bajunya, mesti bla…bla..bla….

Huaaah, capek nih mikirin hujan… padahal dah ada janji penting nih, eh tau-tau ga jadi gara-gara hujan… huuuh, bete..

Hmm..

Mungkin itu yang tersimpan di benak setiap orang, dengan segala kebetean dan kesuntukannya, akibat hujan yang mengacaukan segala rencana mereka..

Dan mungkin itu yang membedakan mereka denganku.

Buatku hujan mengingatkanku pada sesuatu.

Sesuatu yang indah.

Rintikannya mengingatkanku pada geraknya… pada geriknya… pada senyumnya….

Pada kabut itu, pada hijau itu, pada kedinginan itu, pada lagu itu, pada ayunan itu, pada sepi itu, pada tangga itu, pada gardu pandang itu,… pada tangisan yang tak kutahu akibat apa…

Aku selalu terdiam ketika tetesan mulai jatuh satu persatu membasahi kelopak mataku. Seolah senyum ini pun beku tertekan oleh rindu yang memuncak dalam dada.

Sungguh belum pernah aku merasakan gemuruh seperti ini. Rasanya berbeda, sebeda makna sejuk dengan dingin, atau hangat dengan panas. Nuansa yang sepertinya sama, namun indah di satu sisi dan menyakitkan di sisi lain.

Maha Indah Allah yang menciptakan perasaan dengan segala kecemasan, kegalauan, dan mungkin juga sakit, namun dibingkai dengan perasaan rindu, yang seperti dahaga yang tertahankan.

Aku malu menuliskannya… tapi dobrakan dalam hati ini terus menerus menuntut diriku mencurahkannya dalam bentuk apapun…

Aku gelisah… sangat-sangat gelisah karena diri ini begitu lemah, begitu rapuh, seakan takut kehilangan dirinya… kehilangan sosok yang baru saja mengisi kosong dan ruang hampa ini, dengan segala keriangan dan segala tingkah lakunya yang terus menerus terekam dan berputar dalam alam pikiran sadarku….

Padahal, aku sendiri sadar, dia bukan milikku…. Bahkan aku sadar, aku, bukan sesuatu untuknya….

Hmph…

..

…..

…..

Satu hal yang terpikir olehku saat ini adalah, mungkin dia akan sangat bahagia, entah olehku ataupun tanpaku… mungkin oleh seseorang yang lain…

Entah, rahasia yang hanya Allah pemilik kuncinya.

Namun yang ingin aku pastikan adalah, dirinya harus bahagia. Memang bahagia. Bagaimanapun caranya, bahkan jika itu membutuhkan pengorbananku untuk membunuh perasaanku sendiri.

Mungkin Allah yang akan menunjukkannya padaku, sebaik-baik hal yang harus aku lakukan.