This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 31 Desember 2010

Summary: "30 Tahun Reformasi Ekonomi di Indonesia: Transisi dariKebergantungan akan Sumber Daya Menuju Kemampuan Bersaing secaraInternasional"

Tulisan oleh Ali Wardhana, dirangkum oleh Nova Kurniawan



Selama 30 tahun terakhir struktur perekonomian Indonesia telah mengalami transisi luar biasa. Pada tahun 1967, Indonesia berada dalam situasi yang sangat kacau. Pendapatan per kapita turun sampai tingkat di bawah yang telah dicapai lima tahun sebelumnya, perekonomian hancur oleh hiper inflasi, sektor pertanian tidak dapat lagi menyediakan bahan pangan yang cukup untuk kebutuhan dalam negeri, dan kemiskinan menjadi nasib sebagian besar penduduk.

Pada saat itu ekspor Indonesia masih didominasi oleh minyak dan gas bumi serta beberapa produk utama lainnya. Sektor pertanian masih menyumbang sekitar 24% PDB. Namun pada 1994 PDB riil  tumbuh hingga 7,6% per tahun selama satu dekade dan industri nonmigas tumbuh sampai 20% dari PDB.

Reformasi utama yang dilakukan pada tahun 1965 fokus pada permasalahan stabilisasi. Dua bidang manajemen ekonomi makro yang diadopsi selama masa stabilisasi merupakan hal penting dalam memandu ekonomi sejak saat itu. Pertama, pemerintah orde baru mengharuskan ketelitian dalam hal anggaran belanja dengan mensyaratkan anggaran berimbang setiap tahun. Kedua, pada tahun 1970, pemerintah menyatakan bahwa rupiah akan menjadi mata uang yang sepenuhnya dapat ditukar, tanpa dibatasi arus jual beli valuta asing masuk atau keluar dari Indonesia.

Reformasi lain yang dilakukan adalah reformasi perpajakan. Pada tahun 1980an ekonomi menghadapi krisis serius. Ada penurunan tingkat ekspor riil sebesar 9% pada tahun 1982 bersamaan dengan penurunan sebesar 0,3% pada nilai PDB riil. Defisit tranksasi juga terjadi meningkat terhadap PDB dari 1% ke 6%. Hal ini mengharuskan alternatif kebijakan untuk mengurangi tekanan pada neraca pembayaran.

Rabu, 22 Desember 2010

22/12/2010



Satu hal yang ingin aku katakan. Aku bisa saja berlagak seperti malaikat yang memberimu berjuta-juta tausiyah setiap hari. Jelasnya, itu seperti diriku dulu. Yang memberikan nasehat, mengatakan ini itu dan sebagainya kepada orang lain.

Ya.. Aku cukup tau masalah hati. Aku tau keindahan dan runyamnya masalah hati. Buku-buku mulai dari Aa’ Gym, Habiburrahman, Salim A.Fillah, Ust. Didik, Rabi’ah Al-Adlawiyah, hingga buku-buku seperti chicken soup, Kahlil Gibran, dan sederet penyair cinta lainnya sudah kubaca habis.

Aku dulu bersikap seperti itu. Hingga akhirnya aku sadar, itu semua fana. Semua ucapan yang diberikan dengan alasan sebagai nasehat dan tausiyah bagiku omong kosong. Jika semua itu tak mampu kita tunjukkan dengan tingkah-laku kita sendiri. Bahkan sekarang aku berhati-hati jika ingin menjawab pertanyaan beberapa temanku tentang Islam, bukan karena tidak tau, tapi karena pertanggung-jawaban atas tindakan itu yang mengawang pikiranku.

Aku malu mengatakan semua kebaikan itu jika itu tak mampu aku lakukan. Maaf, ayat yang menyindir orang-orang yang berani mengatakan sesuatu yang tidak bisa mereka kerjakan cukup menghentakku.

Kata-kata memang membentuk dunia. Dan sebuah hati bisa saja luluh dengan sebuah kata-kata. Tetapi buatku, keajaiban kata-kata hanya berujung pada dunia maya. Kebaikan-kebaikan yang kata-kata antarkan hanya bisa menjadi kebaikan jika diantarkan oleh goresan nyata tangan-tangan manusia.

Selasa, 30 November 2010

Jatuh...

Kita tidak akan pernah bisa mengubah arah gravitasi. Seperti apapun usaha yang dilakukan. Seperti itu juga hati seseorang. Kita tak bisa memaksa. Hanya mampu melihat keadaan yang tak mungkin berubah.

Percuma mengatur hati seseorang, jika Allah tak menghendaki perubahan hatinya. Ya, karena Allah yang berwenang membolak-balikkan hati manusia. Manusia sama sekali tak punya daya. Sama sekali tak punya kekuatan.

Hal lain yang perlu diingat, bahwa kita tak pernah bisa sempurna. Kita, yang biasa menuntut seseorang untuk menjadi seperti yang kita harapkan, tak pernah sadar bahwa diri kita tak lebih baik untuk mengharapkannya. Ya, cermin itu berdebu, hingga bayangan diri kita tak jelas. Kita sulit melihat bayangan diri kita sendiri.

Kedua konsepsi ini memenuhi pikiranku. Poin pertama, seharusnya kita semua sadar, manusia punya kecenderungan, punya hal-hal yang disukai. Dan pasti manusia bergerak ke arah yang dia sukai, bagaimanapun caranya. Jika ada larangan dan hambatan, bukan berarti menyerah. Selalu ada jalan dan celah.
Kita tidak akan pernah bisa mengubah arah gravitasi. Seperti apapun usaha yang dilakukan. Seperti itu juga hati seseorang. Kita tak bisa memaksa. Hanya mampu melihat keadaan yang tak mungkin berubah.
Percuma mengatur hati seseorang, jika Allah tak menghendaki perubahan hatinya. Ya, karena Allah yang berwenang membolak-balikkan hati manusia. Manusia sama sekali tak punya daya. Sama sekali tak punya kekuatan.

Hal lain yang perlu diingat, bahwa kita tak pernah bisa sempurna. Kita, yang biasa menuntut seseorang untuk menjadi seperti yang kita harapkan, tak pernah sadar bahwa diri kita tak lebih baik untuk mengharapkannya. Ya, cermin itu berdebu, hingga bayangan diri kita tak jelas. Kita sulit melihat bayangan diri kita sendiri.
Kedua konsepsi ini memenuhi pikiranku. Poin pertama, seharusnya kita semua sadar, manusia punya kecenderungan, punya hal-hal yang disukai. Dan pasti manusia bergerak ke arah yang dia sukai, bagaimanapun caranya. Jika ada larangan dan hambatan, bukan berarti menyerah. Selalu ada jalan dan celah.
Poin kedua, manusia tak pernah sempurna. Begitu juga diri kita. Sungguh tidak pantas membuat orang lain berlaku seperti yang kita inginkan. Selain percuma, karena pada dasarnya dia akan bergerak menuju hal-hal yang dia sukai walaupun kita tak menyukainya, juga karena kita seharusnya sadar bahwa kita tak cukup baik.

Kau tau aku tak suka, tapi tetap kau lakukan.
Apalagi yang harusnya aku bilang?
Percuma marah.
Kau punya kesukaan.
Kubuatkan dinding pun, kau kan mencari celahnya.
Mungkin lewat celah yang tak kuketahui.
Lagipula aku tau, aku tak sempurna.
Memalukan jika aku membatasimu.
Bahkan aku tak punya kebaikan seperti yang kau sukai.

Rabu, 24 November 2010

Toleransi dan Penjahat Perang

(Saya ingin berbicara mengenai mereka, pejuang Palestina, Afghanistan, dan Iraq. Buat saya mereka butuh bantuan, dukungan, dan do'a. Bukan kritikan.)



“Andai saja saya tahu dia akan menjadi apa. Ketika saya melihat semua orang, anak-anak dan perempuan yang terbunuh serta terluka, saya sangat menyesal telah melepaskannya.” (-Henry Tandey, prajurit Inggris yang nyaris membunuh Adolf Hitler dalam pertempuran di sebuah desa di Perancis pada masa Perang Dunia I.)[1]

Petikan kata ini mewakili rasa yang dimiliki dunia terhadap Adolf Hitler. Sosok yang banyak dipuja karena pengaruhnya tetapi juga dibenci atas pembantaian 60 juta orang.

Tidak ada manusia yang menyukai perang. Semua pasti membenci perang. Begitu banyak manusia mati dalam proses yang sia-sia. Lihat bagaimana NAZI membantai musuh politik, bangsa lain, dan kaum Yahudi. Jutaan nyawa manusia melayang untuk sebuah kebanggaan palsu.

Kamis, 11 November 2010

Learning and Gayus

 

Learning. Sering dikaitkan pada perubahan permanen. Proses dimana seseorang mengubah dirinya menjadi bentuk berbeda. Faktor penentunya ada dua, lingkungan dan DNA.

Faktor kedua, DNA, adalah faktor yang taken for granted. Tak bisa diubah karena kodrat Illahi. Apakah DNA berperan dalam learning? Bisa jadi. Instrumen-instrumen psikologi ilmiah berhasil menghitung berapa IQ seseorang. Walaupun beberapa orang yakin IQ bisa diciptakan, tapi pada umumnya berkata tidak.

Tidak ada yang bisa melatih kemampuan otaknya sehingga mampu melampaui IQ einstein. Seberapapun orang tersebut mencoba. Yang bisa diubah hanya hasil kerja IQ tersebut, bukan IQ itu sendiri.

Rabu, 10 November 2010

Liburan?? Ga kerasa liburan...

Sudah beberapa hari aku tinggal di sini. Sragen pinggir dan Solo ambang batas. Tempat di pertengahan Solo-Sragen. Tempat simbah. Daerah hijau dengan suasana ‘desa’ yang kental dan hamparan padi yang luas.

Aku mengungsi dari terjangan abu vulkanik merapi. Abu hasil luncuran awan panas merapi yang membuat mata dan hidung perih. Beberapa sahabatku juga pergi dan menghindar dari keadaan itu. Ada yang ke Semarang, Jakarta, Bontang, dan daerah lainnya.

Entah keadaan mereka seperti apa sekarang. Libur UGM ditetapkan sampai tanggal 13. Pasti ini kesempatan bagi kami mahasiswa untuk sekedar mengendurkan tekanan di otak. Mayoritas pulang ke kampung halamannya masing-masing. Bertemu dengan orang tua dan saudara yang mereka rindukan. Intinya mereka bahagia.

Tapi aku berbeda. Tulisan ini bukan hasil keluhan. Hanya sekedar tuangan renungan. Sekaligus mengisi beberapa hariku yang terlewat dari tulisan.

Minggu, 17 Oktober 2010

Pertukaran

Dunia ini penuh dengan pertukaran. Mulai dari pertukaran sederhana antara panas-dingin hingga pertukaran kompleks seperti kepemilikan tubuh atas ruhnya. Semuanya serba bertukar. Seperti keniscayaan yang tak terbantah. Menggulung semua kestabilan. Mendinamiskan kemandegan. Memutar diam dalam pola perubahan rancak. Hingga genangan kehidupan ini terus-menerus beriak, bergelombang, dan bercipratan.

Mengapa manusia tak siap? Karena kebanyakan manusia ga’ tau, bahwa sudah waktunya hal tersebut bertukar. Logikanya sederhana. Seperti siang yang bertukar dengan malam, begitu juga sebaliknya, sesimpel itu. Tak ada yang mampu menghalangi pertukaran, kecuali Sang pencipta.

Kebanyakan manusia bertanya, “kenapa aku tua?”, “kenapa dia mati?”, “kenapa aku yang dahulu populer sekarang tidak?”, dan sebagainya. Jelas jawabannya, “sudah saatnya bertukar”. Sudah saatnya muda, hidup, dan populer bertukar dengan tua, mati dan marginal. Semua itu wajar.

Alangkah lucunya ketika kita meratapi siang dan malam. Lalu bertanya, “kenapa siang telah berakhir?”. Jelas siang berakhir karena sudah saatnya bertukar. Lantas mengapa mudah memahami siang-malam, tetapi sulit memahami pertukaran hidup, muda, dan populer. Aneh, logika yang sama persis tetapi butuh power yang lebih pada salah satunya. Manusia memang sering lupa.

Usaha manusia untuk mempertahankan dan menerobos garis pertukaran itu hanya akan memancing ketidak-beruntungan. Dampak-dampak negatif akan terasa karena perlawanan kodrat.

Senin, 20 September 2010

Kemiskinan, Shadaqah, dan Takdir

Pagi yang dingin menyelimuti. Di depanku orang-orang berseliweran bak kuda-kuda liar yang berlomba-lomba memasuki finish. Ada yang membawa koper, tas, dan tak jarang membawa troly dengan dus-dus di atasnya. Mereka semua necis, kebanyakan gaul dan glamour. Pemandangan yang sangat yang tak lazim kutemui di stasiun tugu atau terminal jombor Yogyakarta. Jelas saja, di sini di bandara. Tempat manusia-manusia mapan datang dan pergi dengan sayapnya, terbang menembus ketinggian.

Sistem kehidupan seolah tak adil. Aku sering membayangkan bagaimana jika aku yang jadi mereka. Melihat ke dalam bandara, memandang tinggi pada pesawat yang terbang, tanpa bisa merasakan keadaan itu. Hanya bisa membeli tiket kereta, itupun ekonomi. Ketika di dalam gerbong para penjual lewat, bukannya membeli, mereka malah saling sapa. ‘sederajat’, mungkin itu pikir mereka.

Hmph.. apakah kodrat dunia memang seperti ini? Ada yang kaya ada yang miskin. Ada yang baik ada yang jahat. Ada yang buruk ada pula yang rupawan. Semua serba kebalikan, paradoks, dan berlawanan. Jika Tuhan menciptakan dunia memang seperti ini buat apa mengusahakan untuk memeratakannya. Toh, Sunnatullah mengatakan bahwa dunia ini memang diciptakan berbeda-beda. Wajar.

Hati kecilku berontak. Apa benar Tuhan begitu tega membiarkan seorang hamba lapar tanpa makan tiga hari. Atau berjalan lalu lalang tanpa pakaian yang pantas. Dan bahkan harus tinggal di kolong-kolong jembatan, kepanasan di perempatan jalan, atau tumbuh dalam pendidikan yang terputus hanya karena masalah biaya. Sebenarnya itu takdir Tuhan atau kesalahan sistem? Ini ukiran tangan Tuhan atau jeleknya gambar manusia???

Minggu, 19 September 2010

Janji Pasir

“aku mengenal dikau
tlah cukup lama separuh usiaku
namun begitu banyak
pelajaran yang aku terima



segala kebaikan
takkan terhapus oleh kepahitan
ku lapangkan resah jiwa
karna ku percaya kan berujung indah


kau membuatku mengerti hidup ini
kita terlahir bagai selembar kertas putih
tinggal ku lukis dengan tinta pesan damai
dan terwujud harmoni”


(padi, harmoni)

Minggu, 05 September 2010

19/5/2010

Mulai menulis lagi, setelah beberapa saat aku berhenti meletakkan gagasan di atas tinta. Aku hanya sakit hati dengan kata, aku kecewa. Dia tak meluncur sebaik aku memikirkannya. Jika aku tak sabar, sudah kumaki saja dia.

Tapi mungkin aku terlalu jahat, menyalahkan sebuah kata yang suci dan tak bernoda. Sesungguhnya, akulah yang salah. Aku yang tak bisa mengerti apa kemauan kata, hanya memikirkan diriku sendiri, dan memaksakan keinginanku terhadap kata.

Maafkan aku kata, Insya Allah, aku ingin berubah. Aku ingin memperlakukanmu murni sebagai kata.

Hari ini aku cukup terenyuh, dengan sebuah kejadian yang luar biasa. "The saftier of the day".

Kejumudan di Kompleks Perumahan

Mencoba menulis kembali sejak beberapa saat tak menulis. Mood, emang musuh para penulis. Ga ada mood ga ada tulisan. Konsekuensi yang hampir jadi sebuah hukum. Padahal ga bagus juga terlalu tergantung ama mood. Hmph, btw, kangen ma temen-temen FLP nie. Mungkin gara-gara itu juga jadi jarang nulis. Ga ada semangat.

Tapi ga bisa dibiarin. Nie harus mulai menulis lagi. Mulai.

Masalah yang ingin aku jabarkan di sini mengenai kondisi kompleks perumahan seperti perumahan karyawan PKT yang saat ini aku berada di dalamnya. Dari kecil aku hidup di sini. Tapi baru sekarang aku sadar, ada yang kurang tepat. Mungkin karena aku mulai belajar banyak hal ketika kuliah di jogja.

Satu masalah yang sangat menggangguku adalah suasana di sini begitu seragam. Keberagaman tak muncul layaknya pemukiman desa dan iklim kampus UGM. Bagi sebagian orang itu bukan masalah, tapi ga buatku. Coba bayangin, gimana pertumbuhan seorang anak yang tumbuh dalam lingkungan yang homogen dan seragam??? Jelas mindset dan jalan pikirannya akan mengarah pada kondisi seperti itu.  Berbeda halnya jika sejak awal anak dihadapkan pada kondisi yang serba beragam. Pikirannya akan lebih wise dan bijak menerima perbedaan.

Kebahagiaan

Apa itu kehidupan? Apa itu hidup? Apa konsekuensi ketika kita hidup? Apa hal yang sewajarnya muncul ketika kita hidup? Apa yang membuat kita begitu menikmati hidup, dan sebaliknya begitu membenci hidup?

Seorang sahabat pernah mempertanyakan sebuah pertanyaan simpel, tetapi dalam. Dia menanyakan, “apa yang membuat kita bahagia?”

Waktu itu aku terdiam, karena aku pun bingung menjawabnya. Jujur, begitu banyak kita berusaha dengan tujuan kebahagiaan.. Namun jarang kita berpikir bahwa usaha yang kita lakukan untuk memperoleh kebahagiaan tidak konsisten dengan tujuan kebahagiaan sebenarnya?

Kamis, 26 Agustus 2010

25 Agustus malam

5 hari lagi... berpisah dengan sahabat baruku, keluarga baruku... malam ini, hatiku nangis, tapi kupaksakan tersenyum, karena seorang sahabat bilang, dia ga’ pingin ngeliat aku jatuh gara-gara seorang cewe’ di KKN.

Cewe’ itu punya hak. Dia berhak memilih mana orang yang dia pilih. Dia berhak menentukan mana pria tempat dia menambatkan hatinya.

Aku ingin mengakhiri 2 bulan ini dengan indah, dengan senyuman. Semoga Allah mengabulkan itu. Karena itu semua cobaan dan masalah yang aku miliki ingin aku senyumi. Aku ga akan membiarkan 5 hariku bersama 10 orang luar biasa jadi rusak gara-gara hanya seorang cewe’.

Dia Cuma temen deketku, berapa kali aku harus bilang sama diriku sendiri. Berapa kali aku harus tegas sama diriku sendiri, kalo dia cuma temen deketku. Ga’ lebih.

Yakinlah nov, Allah sama kamu. Ga’ mungkin ninggalin kamu. Emangnya siapa yang ngasih perasaan itu kalo bukan Allah? Semangat cuy... tinggal lima hari. Jangan sia-siain.

Cinta itu harus kamu landasi karena Allah... kalo Allah ga’ ridho, buat apa meneruskan cinta itu...

Ingat ma logika pengamen kan? tetep senyum.... ^^

Jumat, 30 Juli 2010

Kebencian Positif

Malam yang cerah, 30 Juli 2010, pengganti siang yang gelap hari ini. Jangan salah bung! Kegelapan dan kecerahan bukan semata-mata masalah cahaya lampu atau matahari. Jadi ga ada salahnya kalo kita bilang siang hari ini gelap dan malam ini justru cerah.

Pencerahan itu ada di dalam hati. Mendung yang paling pekat sekalipun akan jauh lebih terasa ringan dibandingkan dengan hujan badai dalam hati seorang manusia. Mendungnya alam bisa kita hadapi dengan bersembunyi dalam kehangatan rumah. Tapi hujan badai hati? di mana kita bisa mencari dan menemukan kehangatan untuk berlindung?

Cinta. Ooh, mungkin itulah kehangatan yang dicari. Letupan api kecilnya menyentik selapis kulit yang kedinginan. Jangankan hujan badai dalam hati, bahkan gemuruh langit hati pun akan ditenangkan oleh merdunya bisikan cinta. So sweett...

Kamis, 29 Juli 2010

Publik vs Private

Sulit rasanya memilah ranah publik dengan ranah private dalam kehidupan kita. Padahal parameter itu digunakan untuk menentukan seberapa dewasa diri kita. Tanpa pemilahan yang tepat, tugas dan amanah yang kita panggul tak akan terlaksana dengan baik. Bayangkan jika sebuah organisasi yang terbagi dalam beberapa fungsi tak mampu melakukan aktivitasnya hanya karena konflik pribadi yang terjadi dalam internal masing-masing anggota.

Dalam budaya asing, hal seperti itu sulit ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Mereka bisa saja semalaman suntuk mabuk-mabukan dan tak tidur. Akan tetapi di waktu pagi tiba-tiba mereka bangkit dan menghadiri rapat penting dengan jas, kemeja dan celana kain rapi serta paras bersih dan rambut yang tersusun rapi. Hampir tak ada bekas bahwa mereka semalaman mabuk-mabukan.

Kamis, 22 Juli 2010

Rapuh

Setiap orang bisa begitu bodoh di hadapan dirinya sendiri. Aku pernah mendengar bahwa musuh terberat seorang pemimpin bukanlah orang lain, tetapi justru dirinya sendiri. Hati adalah ruh, yang mampu menjatuhkan tiang pancang tertinggi dalam sekali tebas. Aku rapuh, sangat rapuh.

Aku bahagia di tempat ini. Tapi di dalam kebahagiaan itu seperti ada bara yang menyengat dan melukai. Perih. Mungkin tipis, tapi hingga sekarang luka itu belum sembuh. Luka itu kecil, tetapi dalam. Aku ingin sembuh.

Ternyata keindahan tidak hanya mampu mendatangkan manis tetapi juga kepahitan. Entah aku menganggapnya apa. Yang jelas dia bersarang kuat dalam pikiranku.

Ingin aku mengucapkan selamat tinggal padanya. Selamat tinggal pada keindahan. Karena yang aku terima darinya hanya pahit, bukan manis. Bukan salahnya. Sekali lagi aku katakan ini semua kesalahanku, murni. Pemuda rapuh yang kalah dalam perang melawan batinnya sendiri.

Minggu, 18 Juli 2010

Jasad, Ruh, dan Fikri,,,,

Setiap manusia memang memiliki kelebihannya masing. Kepercayaan ini mengatakan bahwa tak kan ada manusia yang memiliki berbagai kelebihan. Maka lebih baik menanamkan satu fokus yang bisa dicapai oleh manusia secara maksimal. Inilah yang terjadi dengan pendidikan modern yang mengkotak-kotakkan spesialisasi manusia dan memberikan mereka ruang kreatifitas dalam sistem.

Tadinya pun aku berpendapat seperti itu. Tapi pemikiranku mulai berubah. Tepatnya saat kami para mahasiswa melakukan segala program hampir sendirian. Dari mengumpulkan bahan kompos, mengaduk, memberikan zat tambahan, sampai proses penutupan. Semuanya kami lakukan sendiri, yang seharusnya dilakukan oleh warga.

Tapi di situlah kekuatan sebenarnya berada. Aku tiba-tiba teringat tentang konsep tarbiyah jasadiyah, ruhiyah, dan fikriyah yang dikenalkan oleh Hasan Al-Banna. Konsep komprehensifitas dari pengembangan secara maksimal seluruh potensi manusia. Mungkin ini yang membedakan kualitas gebrakan yang dimiliki oleh Rasulullah dan para sahabatnya dengan kita saat ini.

Salah satu contoh, Ali, sahabat Rasulullah adalah sahabat yang dijuluki ‘gerbang ilmu’ Rasulullah. Dengan kepandaian seperti itu Ali juga seorang yang pandai berperang dan kuat dalam beribadah. Begitu juga dengan Umar Bin Khattab dengan seringai pedangnya tak melupakan kekuatan daya pikir dan kemegahan spiritualitas.

Mari kita bandingkan dengan orang-orang terbaik dunia saat ini. Apakah mereka memiliki kelebihan se-komprehensif para sahabat Rasul dahulu? Sepertinya tidak. Sistem pendidikan yang saat ini digulirkan memaksa cetakan manusia-manusia spesialis yang buta terhadap lingkungan sekitarnya.

Dalam proses perubahan, jelas manusia-manusia seperti ini tidak mampu diharapkan. Dalam kungkungan tirani, perubahan hanya akan tercipta dari dobrakan manusia-manusia mandiri yang berkualitas.

Kungkungan militer dan ekonomi Israel kepada Palestina hanya bisa dirubah dengan kemandirian dan kualitas pejuang-pejuang Palestina. Dengan kecerdasan mereka menata, merencanakan, dan memikirkan. Dengan kekuatan spiritualitas mereka bertahan dan tegar dalam menghadapi berbagai rintangan. Dan dengan kekuatan fisik mereka berperang serta melaksanakan rencana dan hasil pemikiran mereka.

Jika ada pertanyaan kapan Indonesia bisa maju? Mungkin dengan konsep ini aku bisa menjawabnya. Yaitu saat Indonesia berhasil mencetak generasi penerus yang masing-masingnya memiliki kekuatan jasad, ruh, dan fikriyah.

Sejujurnya kemarin aku kelelahan saat mengangkat bahan pembuatan kompos. Dan tambah kelelahan saat terjun dalam proses pembuatan kompos. Mahasiswa-mahasiswa dengan kecerdasannya akhirnya dipaksa berkontribusi dengan kekuatan fisiknya. Jika dengan dua potensi saja kami mahasiswa sudah kelelahan, bagaimana jika ditambah dengan pengembangan potensi spiritual? Dan jika dengan level seperti itu kami sudah sangat kelelahan, bagaimana dengan level para sahabat nabi?

Oh.... di situlah indahnya. Tarbiyah menyejarah. Jalan ini memang masih sangat panjang. Karena tujuan yang ingin kita capai akan jauh melampaui usia kita sendiri.

Kamis, 15 Juli 2010

Sesak

Ya Allah, aku rindu. Sepertiga malam bermesraan dengan-Mu. Mengadu segalanya kepada-Mu. Sesak yaa Rabb. Seperti ada yang mendobrak ingin merangsak keluar dari jantung ini.

Bantu aku Ya Allah untuk kuat berjalan dalam tiupan derai debu ini. Sungguh aku buta dengan jalan di depanku. Tuntun aku Ya Allah. Aku hilang pegangan. Aku terhuyung lemah, tolong genggam tanganku.

Aku ingin selalu yakin bahwa aku tak pernah sendirian. Karena Engkau pernah menjanjikan bahwa janji-Mu pasti. Aku yakin bahwa Engkau selalu berada di tengah tangisan dan doa. Aku yakin bahwa Engkau selalu berada dalam setiap harapan hamba-Mu yang selalu meminta walaupun dirinya tau dosa memenuhi hari-harinya.

Ya Allah, aku membutuhkan-Mu. Aku yakin Kau jauh lebih tau bagaimana masalahku dibanding diriku sendiri, aku menulis ini bukan untuk memberitahu-Mu, tapi untuk meyakinkan-Mu, bahwa aku benar-benar membutuhkan-Mu.

Tak ada satu pun kekuatan yang mampu memenjara keinginan-Mu untuk meninggikan dan menjatuhkan seorang manusia. Tak ada sebuah kekuasaan pun yang mampu membolak-balikkan hati kecuali atas izin-Mu. Segala sesuatu datang atas kehendak-Mu dan pergi pula atas kehendak-Mu.

Kuatkan pundak ini untuk menghadapinya, bukan lari.

Kau yang jauh lebih tau seperti apa sistem kehidupan ini berlaku. Dan Kau yang paling tau apa yang tertulis dalam lauhul mahfudz-Mu. Semuanya. Segalanya memang telah tertulis dalam lauhul mahfudz-Mu. Detik, menit, jam, dan harinya.

Aku seperti seekor ikan pengelana yang terus berenang menuju hulu sementara aku tak tau pasti apakah aku seharusnya memang berenang ke arah hulu. Semuanya serba misteri, gelap dan meraba.

Aku seperti camar yang bermimpi terbang hingga tengah lautan, tapi akhirnya sadar bahwa sayapnya tak cukup kuat mengantarkannya lebih jauh dari pantai.

Ya Allah, tombak-tombak ini menusukku, tajam menghunus tepat di pusat jantungku. Jika Kau izinkan, mungkin aku akan memilih malaikat maut. Namun lagi-lagi aku yakin Kau menginginkanku mencabut tombaknya, walau dengan meninggalkan luka dan perih. Aku yakin Kau menginginkanku untuk terus berdiri walau harus dengan meringis kesakitan.

Aku tau aku terlihat bodoh di hadapan-Mu. Namun inilah aku yaa Rabb. Seorang renta yang masih memiliki mimpi untuk terus berlari, walaupun aku tau saat ini tongkat pancang yang menahan kakiku.

Yaa Allah... jangan pergi...

Aku membutuhkan-Mu.

Selasa, 13 Juli 2010

Indahnya Anak Kecil

Ada kejadian menarik dan lucu sekali selepas shalat maghrib tadi. Kontan anak-anak kecil berebut menyalamiku yang saat itu sedang duduk berdzikir. Mereka anak-anak TPA yang baru sekali aku kenal dan kelasnya aku isi.

Entah bagaimana, aku melihat wajah-wajah penuh dengan kepolosan itu. Muka-muka tanpa dosa yang tak pernah berpikir tentang niat jahat seseorang. Wajah-wajah lugu yang benar-benar menyiratkan kejernihan dan kejujuran. Oooh to tweet....

Pikiranku langsung melompat masuk ke mesin waktu untuk kembali ke masa-masa di mana aku kecil. Masa-masa tanpa beban dan penuh dengan canda tawa dan kebebasan. Kalo diibaratkan sebuah musim, nuansanya mirip sekali sama musim semi. Cuacanya cerah dan sedikit berawan.

Dalam hati aku tersenyum sendiri. Hufftt, udah 21 tahun dengan tinggi badan hampir 175 cm sementara pikiran dan tingkah lakuku masih mirip dengan anak kecil. Ternyata aku sudah besar.

Kadang aku ingin meminjam kantong ajaibnya doraemon untuk sekedar pergi ke dunia cermin di mana waktu berhenti sejenak dan tidak ada orang lain kecuai diri kita sendiri. Indah mungkin, tinggal di dunia sendirian dan berlaku semau yang kita mau, seperti anak kecil yang bebas dan tak mengenal peraturan, hanya melakukan sesuatu atas kejernihan hati dan kebersihan nurani.

Seperti apa ya dunia yang dipenuhi dengan anak-anak kecil dewasa? Hehehe, frasa asing, “anak kecil dewasa”. Yah, anak kecil yang dipenuhi oleh kejujuran, kesederhanaan dan kepolosan. Mungkin jika itu terjadi sejarah hanya mengenal nama perang dunia ‘yang tak pernah ada’.

Seringkali kejahatan besar di dunia ini muncul dari ambisi pribadi pemimpin dewasa yang jauh lebih kekanak-kanakan daripada anak kecil itu sendiri. Secara fisik dan kekuasaan mereka besar tetapi secara esensi mereka adalah anak kecil. Betapa banyak anak kecil yang merasa besar dan tidak sadar bahwa mereka sebenarnya jauh lebih kecil dari yang mereka pernah bayangkan.

Kedewasaan tidak pernah seiring dengan meningkatnya usia. Keduanya adalah hal yang sekuler atau berbeda. Pernah membaca pidato yang dilontarkan oleh seorang Severn Suzuki berumur 12 tahun di forum PBB? Dengan kata-kata polos dia membuat seluruh penghuni forum PBB terhenyak membatu.

Demikian sekilas cuplikan pidatonya,

“Kami Adalah Kelompok dari kanada yg terdiri dari anak” berusia 12 dan 13 tahun. Yang mencoba membuat Perbedaan: Vanessa Suttie, Morga, Geister, Michelle Quiq dan saya sendiri. Kami menggalang dana untuk bisa datang kesini sejauh 6000 mil. Untuk memberitahukan pada anda sekalian orang dewasa bahwa anda harus mengubah cara anda, Hari ini Disini juga. Saya tidak memiliki agenda tersembunyi. Saya menginginkan masa depan bagi diri saya saja.

Kehilangan masa depan tidaklah sama seperti kalah dalam pemilihan umum atau rugi dalam pasar saham. Saya berada disini untuk berbicara bagi semua generasi yg akan datang.

Saya berada disini mewakili anak” yg kelaparan di seluruh dunia yang tangisannya tidak lagi terdengar.

Saya berada disini untuk berbicara bagi binatang” yang sekarat yang tidak terhitung jumlahnya diseluruh planet ini karena kehilangan habitat nya. kami tidak boleh tidak di dengar.

Saya merasa takut untuk berada dibawah sinar matahari karena berlubang nya lapisan OZON. Saya merasa takut untuk bernafas karena saya tidak tahu ada bahan kimia apa yg dibawa oleh udara.

Saya sering memancing di di Vancouver bersama ayah saya hingga beberapa tahun yang lalu kami menemukan bahwa ikan”nya penuh dengan kanker. Dan sekarang kami mendengar bahwa binatang” dan tumbuhan satu persatu mengalami kepunahan tiap harinya – hilang selamanya.

Dalam hidup saya, saya memiliki mimpi untuk melihat kumpulan besar binatang” liar, hutan rimba dan hutan tropsi yang penuh dengan burung dan kupu”. tetapi sekarang saya tidak tahu apakah hal” tersebut bahkan masih ada untuk dilihat oleh anak saya nantinya.”

Lihat kedewasaannya? Itu maksudku!

Minggu, 11 Juli 2010

Hujan Membawa Pesan...

Hujan bukan hanya air yang jatuh. Banyak hal tertuang dalam rintikan dan percikannya. Pemberian anugerah tiada tara dari debu dan pasir bisu. Menghanyutkan sekaligus menenggelamkan. Sejuk sekaligus beku.

Tidak banyak yang memperhatikan bagaimana sebuah hati memandang kesedihan. Dan tak banyak mata yang mampu melihat kejernihan hujan. Seolah fenomena biasa yang tanpa makna dan arti.

Hujan menyeruakkan nuansa kesendirian yang syahdu, bukanlah kegembiraan megah. Pernahkah kalian melihat bagaimana dedaunan tertunduk psarah dalam guyuran hujan? Tak sama dengan riak-riak yang tercipta saat tiupan angin deras membolak-balikkannya. Apalagi dengan kobaran api dari kehancuran ranting-ranting kayu lapuk.

Pada dasarnya air memang berbeda. Kedamaian, ketenangan, kesabaran, kecairan, kefleksibelan, dan keterbukaannya membuat setiap lapisan menerimanya. Air membawa pesan yang dalam dari langit kepada tanah, sama seperti seorang ibu yang berpesan kepada anaknya.

Ya Allah, aku yakin seyakin-yakinnya bahwa diri-Mu adalah segala dari segala yang ada di dunia ini. Bahkan aku yakin sepenuhnya, bahwa daun yang jatuh pun tak kan luput dari penglihatan dan seizin-Mu.

Karena itu aku yakin, bahwa segala yang kau berikan padaku, bahkan jika itu kesedihan tak kan luput dari penglihatan dan seizin-Mu. Jika kau membiarkan dedaunan kering jatuh dari pucuknya, itu karena aku yakin diri-Mu tau bahwa tanah membutuhkannya.

Jika Engkau memberikanku sebuah kesedihan, aku yakin diri-Mu tau bahwa aku atau orang lain membutuhkannya. Karena tak ada yang sia-sia dalam setiap perjalanan hidupku, bahkan jika itu hanya selangkah dan tak lebar.

Engkau yang Maha Mengetahui segala hal yang tersingkap dalam lubuk hati manusia, bahkan jika hati itu terselimuti selubung kemunafikan yang tebal. Kau mengetahui semuanya. Dan aku yakin Kau memberikan yang terbaik untukku.

Kau yang Maha membolak-balik hati manusia. Begitu mudahnya hingga tak butuh waktu yang lama untuk melakukannya dengan segenap kekuasaan-Mu.

Aku pasrah kepada-Mu.

Sabtu, 10 Juli 2010

Terima Kasih

Lega! Itulah kata yang saat ini bisa aku ungkapkan. Memang hanya sekedar kata atau kalimat. Tapi pengaruhnya begitu membekas seperti kesegaran yang diberikan embun pada daun. Seorang pria memang lebih membutuhkan sebuah kepastian, apapun bentuknya, bahkan jika itu hanya sebuah titik.

Masyithah, nama itu masih terngiang, namun telah berpindah dalam suatu tempat sendiri dalam petak-petak hatiku. Bentuknya semakin jelas dan semakin terang, tak lagi buram bak kepulan asap hitam yang menyesakkan.

Hanya seuntai kalimat, tak panjang, mungkin sekitar 5 kata yang membentuknya. Tapi makna, arti, dan dampaknya begitu terasa dan kuat bagi diriku.

Aku ingin berterima-kasih, atas kata-kata itu. Sejujurnya, itu sangat membantuku. Terima kasih... Masyithah...

Aku membaca sebuah bab dari buku Salim A. Fillah yang salah satu bagiannya membahas tentang apa itu cinta. Buatku seperti kekuatan hebat yang mampu melambungkan Rasulullah ke langit ketujuh, dan sebaliknya menjebloskan Yusuf ke penjara. Cintalah yang membentuk segala kejadian luar biasa di bumi ini. Karena itu aku percaya bahwa dunia ini sebenarnya dibentuk oleh dua hal, kata dan cinta.

Salah satu bagiannya berkata bahwa tidak penting dengan ‘siapa’ dan ‘kapan’, akan tetapi jauh lebih penting dengan ‘mengapa’ dan ‘bagaimana’.

“Setiap manusia yang sadar dan mengetahui jawaban ‘mengapa’ akan sanggup mengatasi setiap ‘bagaimana’..” (Nietsche)

Aku sendiri merasa aneh karena anugerah ini datang dengan sangat tiba-tiba. Kita tak pernah saling mengenal bahkan saling mengetahui satu sama lain. Tapi rasa ini mengatakan aku pernah mengenalmu sebelumnya. Mungkin itulah misterinya. Dan itulah indahnya.

Aku tau bisa jadi kau tak membaca serpihan-serpihan huruf kosong ini. Tetapi yang jelas aku tak peduli. Aku hanya ingin mengungkapkan segenap rasa seperti air yang ingin tumpah.

Dalam setiap diam dan tenangku, mungkin sekelebat dirimu melintas. Tetapi yakinlah yang mengikutinya bukan lagi sebuah harapan akan penantian, tapi do’a untuk segala kebaikan yang senantiasa tercurah untukmu... Masyithah...

Terima kasih...

^^

Rabu, 07 Juli 2010

Kertas Putih

Kertas putih dan kata yang menyertainya sering hanya menjadi tempat sampah yang menampung sampah-sampah keresahan kita. Bayangin aja, kalo sedih aja nulis, kalo bete, kalo takut, kalo jengkel, kalo marah, kalo nangis semuanya menulis dan kata begitu mudah keluar. Tapi kalo bahagia, kertas ini kita lupain. Kalo kertas dan kata ini jadi orang, pasti dia marah-marah. Yaiyalah pasti dia ngerasa Cuma dibutuhin kalo kita butuh, kalo ga butuh ya dibuang.

Kertas juga manusia bung (busyet, lebay amat..). Ya seperti itulah. Sejatinya kata-kata ini keluar dari diri kita seperti lisan yang tak kan tahan berhenti untuk berbicara dalam jangka waktu sehari saja.

Ya ampun, kertas, kalo kamu jadi manusia, mungkin kamu sahabat sejati yang paling setia. Ga pernah ngeluh sementara aku nyelocos terus ngeluarin sumpek dan resahku. Semuanya kamu terima. Subhanallah, keren banget ya kamu. Hehehe...

Hmph.... Ya Allah, mudah-mudahan kuat melalui 2 bulan ini. Melawan seorang Masyithah dalam hatiku. Sip! Amien! Berjuang!

Selasa, 06 Juli 2010

Sepi di tengah keramaian

Aku ingin menceritakan kepadamu sebuah kisah. Tentang gejolak jiwa yang terus membentur dinding-dinding rasa dan amarah seorang manusia. Sayangnya kalian salah jika mengatakannya sebagai sebuah kejahatan. Tidak sama sekali! Bahkan banyak orang mengatakannya sebagai sebuah kebaikan yang luhur.

Bayangkan saja, gunung es pun bisa luluh dengan secercah sergapannya. Kerasnya batu bisa mencair seketika dengan keluhurannya.

Namun di lain sisi, taman-taman hati yang indah tiba-tiba kering-kerontang. Hanya karena desir panasnya tak kuat ditahan dan akhirnya membakar habis semuanya.

Aku ingin berteriak dan mengatakan pada semuanya bahwa duniaku bukanlah dunia pelangi. Duniaku saat ini hanya sebuah gumpalan lembar tanpa warna, hitam putih. Aku merasakan kejatuhan yang dalam dari perasaan yang indah ini.

Setiap orang berhak merasakan rasa ini. Tapi banyak orang yang lupa bahwa perasaan ini membawa tanggung jawab yang besar. Sama seperti konsekuensi kemarau yang menimbulkan kekeringan. Sama seperti dampak kegelapan pada bulan yang bercahaya.

Pikiranku semrawut, bukan karena benangnya, tapi karena keringnya. Benang bisa semrawut karena kondisinya yang memang begitu rapuh.

Kaitan huruf tanpa makna tersebut menunjukkan diriku yang sebenarnya. Andaikan seorang bidadari memberikanku air bah, mungkin padinya hanya akan terseret jauh ke dalam lumpur kesengsaraan. Tapi pun aku tetap membutuhkan bidadari itu....

Dulu aku pernah merasakan hal seperti ini, hanya saja saat itu aku masih punya sahabat-sahabat terbaikku, yang setia memberikan senyuman dan tawa mereka di saat sedihku. Jangankan sekedar sharing, bahkan jika sampah yang kuberikan pun mereka bersedia menerimanya. Mereka seperti air di kala terikku, bagaikan tiang-tiang pancang yang siap menerima beban berat yang membuatku seperti bangunan retak yang mudah sekali ambruk.

Tapi sekarang aku tak memiliki siapapun. Aku di sini, dengan segala keramaian yang menjauh dariku. Aku di sini, di mana kekosongan dan kehampaan terasa di tengah tawa dan canda mereka. Ada yang kurang. Mungkin lebih tepatnya, ada yang seolah hilang.

Mungkin itu semangatku. Yah, semangat bisa tiba-tiba menghilang dalam larutan pekat cinta yang perih.

Aku kagum pada kekuatan cinta, di satu sisi burung pun akan terbang walau harus menembus badai dan air mata. Tapi di lain sisi, mereka bisa menembak mati burung-burung lain yang dengan lepas terbang dan melayang antar benua.

Jika diibaratkan, mungkin akulah burung yang tertembak itu. Saat ini aku luka parah. Aku punya dua sayap, tapi tak mampu terbang. Aku lelah dan kesakitan. Sayapku seperti sayap-sayap patah yang remuk oleh kekuatan cinta.

Cinta... cinta....

Haha..

Konyol sekali...

Aku buta dengan diriku sendiri. aku buta dengan kapasitas yang aku miliki. Aku buta... buta... buta...

Seperti kelabang yang memimpikan cinta sebuah permata. Tak kan mungkin terjadi. Dan sangat mustahil.

Mustahil.... dan tak mungkin....

Rabu, 30 Juni 2010

Adaptasi

Masih teringat masa-masa awal perkuliahan. Tidak semudah seperti yang dibayangkan. Perbedaan budaya dan kebiasaan mengungkung pribadiku, sempat membuatku kehilangan jati diri, namun alhamdulillah hanya efek sesaat.

Bayangin aja, seorang anak kaltim yang sangat ‘bontang’ tiba-tiba nyemplung di lingkungan yang mayoritas jawa-betawi. Langsung aja nie lidah klepek-klepek ama lidah-lidah gua elo2 khas jakarta atau lidah-lidah “po’o” khas Yogyakarta.

Saat itu rasanya pingin lari dan keluar dari lingkungan kampus. Aku ngerasa kampus bukan tempat yang menyenangkan. Tidak ada tempat bagi seorang kaltim’ers yang memegang teguh budaya dan kebiasaan kaltim, kecuali mereka mau mengikis sedikit demi sedikit sisa pembelajaran yang telah mereka dapatkan dari kecil.

Namun lama-lama aku akhirnya terbiasa. Bukan terbiasa untuk mengucapkan ‘gue-eloe’ cara mereka, tetapi lebih kepada terbiasa menanggapi bagaimana orang lain memandang ‘aneh’ pada diriku. Kalo bisa dibilang, udah kapalan nie hati, dah tebel dan ga kerasa lagi, sangking seringnya merasakan ketidak-nyamanan yang semodel.

Aku memang termasuk seorang yang ‘no tolerance’ bagi hal-hal yang aku anggap ‘value’ dan ‘core’. Bagiku, pembelajaran dan pendidikan yang diberikan oleh lingkungan bontang adalah jati diriku. Aneh? Mungkin aneh bagi sebagian besar, tapi tidak bagi beberapa orang yang mengerti bagaimana berartinya kota asal bagi diri kita.

Sekarang aku menemui kesulitan itu lagi. Hanya bedanya, saat ini aku diberikan waktu dua bulan untuk menyelesaikan masalah ini, ditambah lagi sistem memaksaku mengikuti budaya yang ada. Seperti pepatah, “di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.”

Sedikit banyak aku mengerti dan setuju dengan peribahasa tersebut. Akan tetapi dengan catatan bahwa budaya yang ada tak mengganggu ‘value’ dan ‘core’ yang telah kumiliki.

Tidak mudah kawan, mengganti kebiasaan untuk berterus-terang dan ‘debat di awal’ dengan sebuah ‘kulonuwun’ yang bagiku cukup berlebihan. Tidak mudah membiasakan diri untuk menenggelamkan muka hanya untuk menunduk padahal kita sudah sangat terbiasa dengan lingkungan yang egaliter dan demokratis. Tidak mudah untuk mengubah persepsi kepercayaan kita kepada sebuah lingkungan yang sungguh plin-plan dan penuh dengan topeng.

Entah, aku yang salah memandang atau memang Allah ingin aku menyelesaikan masalah ini dengan penerimaan yang baik dari orang lain.

Aku bisa saja menyelesaikan masalah ini dengan berbuat selatah mungkin terhadap lingkungan. Akan tetapi itu bukan diriku. Aku terbiasa untuk ‘fight’ habis-habisan dengan lingkungan yang aku anggap tidak ‘benar’. Kalaupun aku kalah dengan pertarungan itu, pantang bagiku untuk sengaja mengikuti kebudayaan sang pemenang. Masalah kita mengikutinya tanpa sadar aku tak peduli, asalkan jelas niat di hati adalah mempertahankan idealisme yang kita miliki.

Tiba-tiba aku teringat tentang sebuah ‘quote’ yang bagus sekali dari buku ‘dunia kata’. “Jika engkau berbuat sesuatu untuk sebuah pengakuan, maka jalan yang akan engkau lalui akan sangat panjang....”

Yah, pengakuan. Lagi-lagi kata itu kuncinya. Begitu banyak manusia mati-matian berusaha untuk sebuah pengakuan. Dampaknya adalah kejatuhan yang dalam bagi mereka yang akhirnya gagal.

Akan tetapi bagi manusia yang mati-matian berusaha untuk sebuah kualitas dan ridho dari-Nya, tidak ada kata kalah. Yang ada hanyalah menang, menang, menang, bahagia, bahagia, bahagia.

Ubah cara pandang, agar kita mampu memandang kesulitan dalam beradaptasi sebagai ridho-Nya. Pemuda memang bukan kayu lapuk, tetapi besi yang makin tajam setelah beberapa tempaan dan rendaman. Keep Fight!

Senin, 28 Juni 2010

Beeeeh.... Datang lagi.... Huuuuufftt..

Biarlah kertas putih ini yang kan menjadi saksi curhatku. Bingung mau curhat ke mana. Inilah susahnya jadi aktivis, susah buat curhat tentang perasaan ke siapapun kecuali ke kertas putih dan Allah. Kalo ga dilarang, ya paling jawabannya itu-itu aja, “ga boleh”, “hati-hati”, “ghodul bashar”, dan sebagainya.

Hmph... aku manusia. Butuh cinta dan kasih sayang dari seseorang. Huffffttttt...... Lebay banget... bodo amat..

This is me. Banyak orang yang selalu sok tegar dan sok kuat menerima semuanya seolah-olah dia itu malaikat atau kalo terlalu mulia bisa disebut juga dengan robot berhati baik. Tapi jujur, aku ga bisa seperti itu, atau kalo boleh jujur, aku belum bisa seperti itu. Padahal itu baik. Sangat baik.

Bayangkan ketika semua orang bisa berbuat dan mengontrol dirinya sendiri berdasarkan keimanan bukan berdasarkan keinginan. Aku yakin KPK dan Satgas Mafia hukum itu ga dibutuhkan. Tapi sayangnya ga semua orang bisa seperti itu.

Ya Allah Yang Maha Membolak-balikkan hati manusia. Sungguh segala kekuatan ada pada-Mu yang Maha Bijaksana atas seluruh keputusan yang muncul dalam hidupku. Aku selalu yakin, bahkan sehelai daun yang jatuh pun atas ijin-Mu. Aku butuh kekuatan-Mu.

Kuatkan aku dalam menahan diri meminum air walau dalam kehausan, hanya karena aku tau bahwa air itu belum menjadi hakku.

Hufft... Berjuang dah!!! Jangan mikirin urusan-urusan Ga Penting!! Lagian siapa juga yang mau ma loe TAPLAAAKK!! NGACA WOOOI!!!

Hehehe, kacau dah... BERJUAAAAAAANG!!!!

Sabtu, 26 Juni 2010

Reformasi Paradigma Pengawasan Penerimaan Negara

Pendahuluan


Isu korupsi merupakan isu yang selalu menjadi perbincangan hangat di Indonesia. Isu ini awalnya merebak di sekitar tahun 1998 saat reformasi digulirkan aktivis, akademis, tokoh masyarakat dan beberapa politisi yang berkesempatan mendompleng kepentingannya. Istilah KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme) tercetus untuk melabeli era orde baru. Berbagai pakar hukum, psikologi, sistem ketata-negaraan, dan sebagainya bersama-sama membentuk solusi untuk mampu memberantas masalah korupsi sampai ke akarnya.

Namun setelah sepuluh tahun berlalu, isu ini masih saja belum tercerabut sampai ke akar-akarnya. Sepertinya masalah korupsi di Indonesia telah sampai pada tahap stadium-4 (parah). Beberapa analisis telah dijabarkan para ahli yang ke semuanya bersepakat bahwa masalah korupsi di Indonesia adalah masalah sistemik.

Masalah sistemik berarti virus korupsi telah mampu merusak seluruh bagian institusi bahkan hingga sistem. Sama seperti tubuh, penyakit yang berbahaya adalah penyakit yang merusak sistem, bukan hanya organ apalagi jaringan. Penyakit HIV adalah penyakit yang merusak sistem kekebalan tubuh. Sangking sistemiknya bahkan hingga sekarang obat dari penyakit ini belum ditemukan. Apalagi jika analogi ini ternyata terjadi dalam sistem kenegaraan Indonesia.

Setiap bidang harus berperan bersama-sama untuk menyembuhkan penyakit ini. Termasuk akuntansi di dalamnya. Sebagai satu-satunya ilmu yang berperan memberikan informasi keuangan suatu entitas, akuntansi memiliki peran yang sangat besar dalam penanggulangan korupsi di Indonesia.

Isu-isu akuntansi pemerintahan di Indonesia telah sampai pada kurikulum berbagai universitas besar di Indonesia. Akan tetapi pembahasan mengenai implementasi dan kekurangan yang dimilikinya ternyata mampu menjadi celah bagi merebaknya kasus korupsi belum dipelajari secara matang.

Untuk itu penulis ingin membahas satu masalah dalam akuntansi pemerintahan yang mungkin menjadikan korupsi sulit terberantas. Masalah yang ingin dibahas oleh penulis di sini adalah masalah kompleksitas pengawasan pada penerimaan negara.

Tinjauan Pustaka


“Pengawasan adalah suatu kegiatan untuk memperoleh kepastian apakah pelaksanaan suatu pekerjaan atau kegiatan itu dilaksanakan sesuai dengan rencana, aturan-aturan, dan tujuan yang telah ditetapkan.” (UU perbendaharaan, 30 Agustus 1970)

Di dalam buku Akuntansi Pemerintahan Indonesia, oleh Revrisond Baswir dijelaskan mengenai tingkat kompleksitas penerimaan negara,

“Perbedaan pokok antara pengawasan penerimaan dengan pengawasan pengeluaran terletak pada segi kompleksitas dan keketatannya. Dari segi kompleksitas, pengawasan pengeluaran jauh lebih kompleks dari pengawasan penerimaan.” (Revrisond Baswir, 2000)

Dari beberapa sumber, kita bisa menilik definisi korupsi sebagai berikut,

“Korupsi berawal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio berasal dari kata corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris yaitu corruption, corrupt; Prancis yaitu corruption; dan Belanda yaitu corruptie, korruptie. Dari Bahasa Belanda inilah kata itu turun ke Bahasa Indonesia yaitu korupsi.” (Andi Hamzah, 2005, Pemberantasan Korupsi)

Korup : busuk; palsu; suap (Kamus Bahasa Indonesia, 1991)

Buruk; rusak; suka menerima uang sogok; menyelewengkan uang/barang milik perusahaan atau negara; menerima uang dengan menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi (Kamus Hukum, 2002)

Korupsi : kebejatan; ketidakjujuran; tidak bermoral; penyimpangan dari kesucian (The Lexicon Webster Dictionary, 1978)

penyuapan; pemalsuan (Kamus Bahasa Indonesia, 1991)

Penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan sebagai tempat seseorang bekerja untuk keuntungan pribadi atau orang lain (Kamus Hukum, 2002)

Berdasarkan Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999, yang dimaksud dengan tindak pidana korupsi adalah:

1)      pasal 2 ayat (1) : “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.”

2)      pasal 3 : “Setiap orang yang dengan sengaja menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.”

Gambaran Umum


Dari tinjauan pustaka di atas, penulis merasakan kejanggalan dari cara berpikir pengawasan khususnya dalam hal pengawasan penerimaan. Banyak materi yang membahas masalah pengawasan pengeluaran. Mulai dari penyusunan, pelaksanaan hingga pertanggung-jawaban. Namun sangat sedikit yang membahas masalah penerimaan negara. Padahal ketidak-seimbangan terhadap keandalan sistem pengawasan dan penerimaan memiliki peluang untuk terjadinya korupsi.

Di akuntansi kita mengenal istilah debet kredit yang berarti kanan dan kiri. Paradigma yang digunakan adalah keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran. Jika tidak ada keseimbangan maka akan salah. Di dalam paradigma ini, pengakuan penerimaan atau pemasukan bukan tidak sulit, justru yang paling kompleks.

Jika paradigma dasar akuntansi saja menetapkan paradigma seperti ini. Mengapa sistem penerimaan keuangan negara tidak?

Sedikit meloncat dalam bidang religius, pemasukan adalah bidang yang sangat diperhatikan dalam agama. Kita sering mendengar bahwa pemasukan yang halal adalah segala-galanya bagi seseorang. Lebih baik pemasukan itu sedikit tapi halal dari pada banyak tetapi haram. Pemasukan yang halal atau baik akan dimakan oleh seseorang dan menjadi bagian tubuh yang baik, digunakan untuk yang baik, dan menghasilkan sesuatu yang baik. Pemasukan itu juga akan digunakan oleh anak dan istrinya untuk sesuatu yang baik dan menghasilkan sesuatu yang baik pula. Begitu juga degan pemasukan yang haram.

Dalam bidang ekonomi, kita pernah mendengar tentang pembagian kue sumber daya. Konsep tersebut sebenarnya relevan untuk menjelaskan alasan kenapa sistem penerimaan yang kompleks diperlukan. Adalah janggal jika kita mengharapkan dengan kue yang sedikit akan diimplementasikan pembangunan besar-besaran. Kue yang sedikit hanya akan jadi rebutan dan saling sikut antar daerah dengan pusat. Salah satu penyebab sedikitnya kue bukan masalah pelaksanaan keuangan atau pelaksanaan APBN, ini masalah penerimaan negara yang memang masih bermasalah.

“Perbedaan pokok antara pengawasan penerimaan dengan pengawasan pengeluaran terletak pada segi kompleksitas dan keketatannya. Dari segi kompleksitas, pengawasan pengeluaran jauh lebih kompleks dari pengawasan penerimaan.” (Revrisond Baswir, 2000, hal 119)

Di sinilah penulis mengkritisi. Konsep ini dirasa perlu untuk diubah atas beberapa alasan d atas. Jika memang pengawasan digunakan untuk memastikan bahwa yang seadanya sesuai dengan yang seharusnya maka pengawasan penerimaan harus dilakukan sebaik-baiknya untuk memastikan bahwa penerimaan seadanya sesuai dengan penerimaan seharusnya.

“Modus yang saya lakukan itu biasa. Dan masih banyak orang-orang yang lainnya disini (kantor Pajak, red)," kata Gayus Tambunan seperti ditirukan anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, Achmad Santosa.[1]

Demikian sepatah kata yang disampaikan oleh Gayus kepada wartawan terkait kasus korupsi pajak yang menggegerkan tersebut. Tidak tanggung-tanggung, jika pegawai pangkat rendahan seperti itu sampai bisa mengambil 25 Milyar dari uang pajak untuk dirinya sendiri apalagi pegawai tingkat atas?

Ada yang salah dengan sudut pandang penerimaan keuangan negara. Dan bisa jadi sudut pandang yang salah ini yang menyebabkan korupsi di bagian pajak, bea cukai dan penerimaan bukan pajak tak tersentuh serta menyebabkan kerugian negara pada sektor lain dan masyrakat akhirnya jadi korban.



Strategi Pemberantasan Korupsi


Strategi pemberantasan korupsi khususnya di bidang penerimaan negara yang mencakup pajak, bukan pajak, serta bea dan cukai seperti yang diketahui telah sampai pada tahap sistemik. Faktor-faktor yang mendasari jelas terkait dengan berbagai bidang karena memang terkait dengan masalah sistem.

Oleh karena itu, strategi penanganannya bisa dilakukan sebagai berikut:
  1. Bidang hukum, penegakan supremasi hukum yang akhirnya terkait dengan perbaikan pada penegak hukum, masyarakat, sarana, kebudayaan, dan hukum itu sendiri.[2] Tentunya hal ini adalah hal umum yang bisa dikontekskan dalam pengawasan penerimaan negara. Tidak bisa tidak. Penegakan supremasi hukum adalah cara paling efektif untuk mencerabut korupsi sampai ke akar-akarnya.
  2. Bidang psikologi, masalah punishment bagi penggelap penerimaan negara seharusnya memerlukan hukuman yang cukup berat. Penggelapan pada bidang penerimaan jelas akan mempengaruhi besar kecilnya kue yang akan dibagi dalam tahap pengeluaran. Jelas ini akan berimplikasi pada sedikitnya dana yang mengalir ke daerah, disebabkan karena memang sedari awal kue yang ada terlalu sedikit untuk dibagi.
  3. Bidang Akuntansi atau pencatatan keuangan, dalam bidang akuntansi penulis menyarankan beberapa perbaikan yang seharusnya dilakukan:
    1. Penetapan penggunaan historical value dalam pencatatan penerimaan keuangan negara. Alasannya adalah, karena di masa depan trend yang sedang berkembang adalah penggunaan IFRS yang identik dengan fair value sebagai dasar pencatatan. Di satu sisi relevansi yang dihadirkan akan lebih bermanfaat untuk pengambilan keputusan. Akan tetapi sisi pertanggung jawaban dan auditable akan sangat sulit karena terkait dengan judgement.
    2. Peningkatan transparansi informasi penerimaan negara kepada masyarakat. Langkah ini dimaksudkan agar para peneliti dan akademisi yang ‘bebas’ bisa secara langsung meneliti dan mengkritisi kemungkinan penggelapan pajak yang ada. Selama ini informasi ini dirasa sangat sulit didapatkan, kalaupun ada tidak secara komprehensif menjelaskan metode dan bukti-bukti yang terpercaya.
    3. Pendidikan anti korupsi sedini mungkin pada calon-calon akuntan pajak, bea cukai dan pegawai negeri yang ada di perguruan tinggi. Pendidikan ini diharapkan akan mampu menanamkan kesadaran yang cukup agar perubahan bisa tercipta karena tidak hanya dilakukan dalam sistem tetapi juga SDM.

Kesimpulan dan Saran


Pemberantasan korupsi pada bidang penerimaan negara sangat terkait dengan bagaimana pengawasannya. Jika dilihat bahwa pengawasan adalah memastikan bahwa yang seadanya berjalan sesuai dengan yang seharusnya, maka apapun caranya harus dilakukan.

Maka dari itu penulis merekomendasikan beberapa tahap pemberantasan, yaitu sebagai berikut:
  1. Hukum: penegakan supremasi hukum
  2. Psikologis: hukuman yang cukup berat bagi pelanggar
  3. Akuntansi: penetapan penggunaan historical value, peningkatan transparansi informasi penerimaan negara kepada masyarakat, pendidikan anti korupsi sedini mungkin pada calon-calon akuntan pajak, bea cukai dan pegawai negeri yang ada di perguruan tinggi.


[1] http://berita.liputan6.com/producer/201003/269907/Gayus.dan.Kolusi.Pajak

[2] http://umum.kompasiana.com/2009/07/13/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-penegakan-hukum-di-indonesia/

Reformasi Paradigma Pengawasan Penerimaan Negara

Nova Kurniawan


07/250200/EK/16508




Pendahuluan


Isu korupsi merupakan isu yang selalu menjadi perbincangan hangat di Indonesia. Isu ini awalnya merebak di sekitar tahun 1998 saat reformasi digulirkan aktivis, akademis, tokoh masyarakat dan beberapa politisi yang berkesempatan mendompleng kepentingannya. Istilah KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme) tercetus untuk melabeli era orde baru. Berbagai pakar hukum, psikologi, sistem ketata-negaraan, dan sebagainya bersama-sama membentuk solusi untuk mampu memberantas masalah korupsi sampai ke akarnya.

Namun setelah sepuluh tahun berlalu, isu ini masih saja belum tercerabut sampai ke akar-akarnya. Sepertinya masalah korupsi di Indonesia telah sampai pada tahap stadium-4 (parah). Beberapa analisis telah dijabarkan para ahli yang ke semuanya bersepakat bahwa masalah korupsi di Indonesia adalah masalah sistemik.

Masalah sistemik berarti virus korupsi telah mampu merusak seluruh bagian institusi bahkan hingga sistem. Sama seperti tubuh, penyakit yang berbahaya adalah penyakit yang merusak sistem, bukan hanya organ apalagi jaringan. Penyakit HIV adalah penyakit yang merusak sistem kekebalan tubuh. Sangking sistemiknya bahkan hingga sekarang obat dari penyakit ini belum ditemukan. Apalagi jika analogi ini ternyata terjadi dalam sistem kenegaraan Indonesia.

Setiap bidang harus berperan bersama-sama untuk menyembuhkan penyakit ini. Termasuk akuntansi di dalamnya. Sebagai satu-satunya ilmu yang berperan memberikan informasi keuangan suatu entitas, akuntansi memiliki peran yang sangat besar dalam penanggulangan korupsi di Indonesia.

Isu-isu akuntansi pemerintahan di Indonesia telah sampai pada kurikulum berbagai universitas besar di Indonesia. Akan tetapi pembahasan mengenai implementasi dan kekurangan yang dimilikinya ternyata mampu menjadi celah bagi merebaknya kasus korupsi belum dipelajari secara matang.

Untuk itu penulis ingin membahas satu masalah dalam akuntansi pemerintahan yang mungkin menjadikan korupsi sulit terberantas. Masalah yang ingin dibahas oleh penulis di sini adalah masalah kompleksitas pengawasan pada penerimaan negara.

Tinjauan Pustaka


“Pengawasan adalah suatu kegiatan untuk memperoleh kepastian apakah pelaksanaan suatu pekerjaan atau kegiatan itu dilaksanakan sesuai dengan rencana, aturan-aturan, dan tujuan yang telah ditetapkan.” (UU perbendaharaan, 30 Agustus 1970)

Di dalam buku Akuntansi Pemerintahan Indonesia, oleh Revrisond Baswir dijelaskan mengenai tingkat kompleksitas penerimaan negara,

“Perbedaan pokok antara pengawasan penerimaan dengan pengawasan pengeluaran terletak pada segi kompleksitas dan keketatannya. Dari segi kompleksitas, pengawasan pengeluaran jauh lebih kompleks dari pengawasan penerimaan.” (Revrisond Baswir, 2000)

Dari beberapa sumber, kita bisa menilik definisi korupsi sebagai berikut,

“Korupsi berawal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio berasal dari kata corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris yaitu corruption, corrupt; Prancis yaitu corruption; dan Belanda yaitu corruptie, korruptie. Dari Bahasa Belanda inilah kata itu turun ke Bahasa Indonesia yaitu korupsi.” (Andi Hamzah, 2005, Pemberantasan Korupsi)

Korup : busuk; palsu; suap (Kamus Bahasa Indonesia, 1991)

Buruk; rusak; suka menerima uang sogok; menyelewengkan uang/barang milik perusahaan atau negara; menerima uang dengan menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi (Kamus Hukum, 2002)

Korupsi : kebejatan; ketidakjujuran; tidak bermoral; penyimpangan dari kesucian (The Lexicon Webster Dictionary, 1978)

penyuapan; pemalsuan (Kamus Bahasa Indonesia, 1991)

Penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan sebagai tempat seseorang bekerja untuk keuntungan pribadi atau orang lain (Kamus Hukum, 2002)

Berdasarkan Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999, yang dimaksud dengan tindak pidana korupsi adalah:

1)      pasal 2 ayat (1) : “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.”

2)      pasal 3 : “Setiap orang yang dengan sengaja menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.”

Gambaran Umum


Dari tinjauan pustaka di atas, penulis merasakan kejanggalan dari cara berpikir pengawasan khususnya dalam hal pengawasan penerimaan. Banyak materi yang membahas masalah pengawasan pengeluaran. Mulai dari penyusunan, pelaksanaan hingga pertanggung-jawaban. Namun sangat sedikit yang membahas masalah penerimaan negara. Padahal ketidak-seimbangan terhadap keandalan sistem pengawasan dan penerimaan memiliki peluang untuk terjadinya korupsi.

Di akuntansi kita mengenal istilah debet kredit yang berarti kanan dan kiri. Paradigma yang digunakan adalah keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran. Jika tidak ada keseimbangan maka akan salah. Di dalam paradigma ini, pengakuan penerimaan atau pemasukan bukan tidak sulit, justru yang paling kompleks.

Jika paradigma dasar akuntansi saja menetapkan paradigma seperti ini. Mengapa sistem penerimaan keuangan negara tidak?

Sedikit meloncat dalam bidang religius, pemasukan adalah bidang yang sangat diperhatikan dalam agama. Kita sering mendengar bahwa pemasukan yang halal adalah segala-galanya bagi seseorang. Lebih baik pemasukan itu sedikit tapi halal dari pada banyak tetapi haram. Pemasukan yang halal atau baik akan dimakan oleh seseorang dan menjadi bagian tubuh yang baik, digunakan untuk yang baik, dan menghasilkan sesuatu yang baik. Pemasukan itu juga akan digunakan oleh anak dan istrinya untuk sesuatu yang baik dan menghasilkan sesuatu yang baik pula. Begitu juga degan pemasukan yang haram.

Dalam bidang ekonomi, kita pernah mendengar tentang pembagian kue sumber daya. Konsep tersebut sebenarnya relevan untuk menjelaskan alasan kenapa sistem penerimaan yang kompleks diperlukan. Adalah janggal jika kita mengharapkan dengan kue yang sedikit akan diimplementasikan pembangunan besar-besaran. Kue yang sedikit hanya akan jadi rebutan dan saling sikut antar daerah dengan pusat. Salah satu penyebab sedikitnya kue bukan masalah pelaksanaan keuangan atau pelaksanaan APBN, ini masalah penerimaan negara yang memang masih bermasalah.

“Perbedaan pokok antara pengawasan penerimaan dengan pengawasan pengeluaran terletak pada segi kompleksitas dan keketatannya. Dari segi kompleksitas, pengawasan pengeluaran jauh lebih kompleks dari pengawasan penerimaan.” (Revrisond Baswir, 2000, hal 119)

Di sinilah penulis mengkritisi. Konsep ini dirasa perlu untuk diubah atas beberapa alasan d atas. Jika memang pengawasan digunakan untuk memastikan bahwa yang seadanya sesuai dengan yang seharusnya maka pengawasan penerimaan harus dilakukan sebaik-baiknya untuk memastikan bahwa penerimaan seadanya sesuai dengan penerimaan seharusnya.

“Modus yang saya lakukan itu biasa. Dan masih banyak orang-orang yang lainnya disini (kantor Pajak, red)," kata Gayus Tambunan seperti ditirukan anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, Achmad Santosa.[1]

Demikian sepatah kata yang disampaikan oleh Gayus kepada wartawan terkait kasus korupsi pajak yang menggegerkan tersebut. Tidak tanggung-tanggung, jika pegawai pangkat rendahan seperti itu sampai bisa mengambil 25 Milyar dari uang pajak untuk dirinya sendiri apalagi pegawai tingkat atas?

Ada yang salah dengan sudut pandang penerimaan keuangan negara. Dan bisa jadi sudut pandang yang salah ini yang menyebabkan korupsi di bagian pajak, bea cukai dan penerimaan bukan pajak tak tersentuh serta menyebabkan kerugian negara pada sektor lain dan masyrakat akhirnya jadi korban.



Strategi Pemberantasan Korupsi


Strategi pemberantasan korupsi khususnya di bidang penerimaan negara yang mencakup pajak, bukan pajak, serta bea dan cukai seperti yang diketahui telah sampai pada tahap sistemik. Faktor-faktor yang mendasari jelas terkait dengan berbagai bidang karena memang terkait dengan masalah sistem.

Oleh karena itu, strategi penanganannya bisa dilakukan sebagai berikut:

  1. Bidang hukum, penegakan supremasi hukum yang akhirnya terkait dengan perbaikan pada penegak hukum, masyarakat, sarana, kebudayaan, dan hukum itu sendiri.[2] Tentunya hal ini adalah hal umum yang bisa dikontekskan dalam pengawasan penerimaan negara. Tidak bisa tidak. Penegakan supremasi hukum adalah cara paling efektif untuk mencerabut korupsi sampai ke akar-akarnya.

  2. Bidang psikologi, masalah punishment bagi penggelap penerimaan negara seharusnya memerlukan hukuman yang cukup berat. Penggelapan pada bidang penerimaan jelas akan mempengaruhi besar kecilnya kue yang akan dibagi dalam tahap pengeluaran. Jelas ini akan berimplikasi pada sedikitnya dana yang mengalir ke daerah, disebabkan karena memang sedari awal kue yang ada terlalu sedikit untuk dibagi.

  3. Bidang Akuntansi atau pencatatan keuangan, dalam bidang akuntansi penulis menyarankan beberapa perbaikan yang seharusnya dilakukan:

    1. Penetapan penggunaan historical value dalam pencatatan penerimaan keuangan negara. Alasannya adalah, karena di masa depan trend yang sedang berkembang adalah penggunaan IFRS yang identik dengan fair value sebagai dasar pencatatan. Di satu sisi relevansi yang dihadirkan akan lebih bermanfaat untuk pengambilan keputusan. Akan tetapi sisi pertanggung jawaban dan auditable akan sangat sulit karena terkait dengan judgement.

    2. Peningkatan transparansi informasi penerimaan negara kepada masyarakat. Langkah ini dimaksudkan agar para peneliti dan akademisi yang ‘bebas’ bisa secara langsung meneliti dan mengkritisi kemungkinan penggelapan pajak yang ada. Selama ini informasi ini dirasa sangat sulit didapatkan, kalaupun ada tidak secara komprehensif menjelaskan metode dan bukti-bukti yang terpercaya.

    3. Pendidikan anti korupsi sedini mungkin pada calon-calon akuntan pajak, bea cukai dan pegawai negeri yang ada di perguruan tinggi. Pendidikan ini diharapkan akan mampu menanamkan kesadaran yang cukup agar perubahan bisa tercipta karena tidak hanya dilakukan dalam sistem tetapi juga SDM.




Kesimpulan dan Saran


Pemberantasan korupsi pada bidang penerimaan negara sangat terkait dengan bagaimana pengawasannya. Jika dilihat bahwa pengawasan adalah memastikan bahwa yang seadanya berjalan sesuai dengan yang seharusnya, maka apapun caranya harus dilakukan.

Maka dari itu penulis merekomendasikan beberapa tahap pemberantasan, yaitu sebagai berikut:

  1. Hukum: penegakan supremasi hukum

  2. Psikologis: hukuman yang cukup berat bagi pelanggar

  3. Akuntansi: penetapan penggunaan historical value, peningkatan transparansi informasi penerimaan negara kepada masyarakat, pendidikan anti korupsi sedini mungkin pada calon-calon akuntan pajak, bea cukai dan pegawai negeri yang ada di perguruan tinggi.



[1] http://berita.liputan6.com/producer/201003/269907/Gayus.dan.Kolusi.Pajak

[2] http://umum.kompasiana.com/2009/07/13/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-penegakan-hukum-di-indonesia/

Jumat, 11 Juni 2010

Facebook Vs Millatfacebook

Seiring dengan kejadian Mavi-Marmara, konflik Israel-Palestina mencuat di berbagai media. Anehnya, beberapa media yang dahulu ‘apatis’ dengan masalah ini berubah menjadi media yang getol memprovokasi. Tak heran jika masyarakat dengan sekuat tenaga mengutuk Israel dengan berbagai cara.

Entah bagaimana, facebook yang dimiliki oleh Mark Zukkerberg yang seorang Jew pun ikut terkait dalam konflik ini. Boikot terhadap situs ini memang tak tersentuh walaupun ‘wacana boikot’ terhadap beberapa produk Israel telah dilakukan sejak lama. Beberapa fokus boikot memang lebih mengarah kepada produk-produk makanan ketimbang produk-produk IT seperti ini.

Walaupun belum diketahui pasti bahwa Mark adalah seorang zionis (karena tidak semua jew adalah zonis), wacana boikot facebook gempar dan seperti bola salju, menggelinding begitu cepat. Dari beberapa pencarian data, penulis belum bisa memastikan bahwa mark adalah seorang zionis. Penulis juga belum bisa memastikan bahwa dana facebook memang mengalir kepada Israel. Hanya saja, memang ditemukan data yang tidak valid yang mengatakan bahwa 100% dana facebook dialirkan kepada Israel.

Kontan aktivis-aktivis muslim pun berbondong-bondong ‘hijrah’ dari facebook kepada muslim social network, millatfacebook. Situs ini diklaim sebagai situs tandingan facebook yang dimiliki oleh seorang muslim. Percepatannya pun luar biasa karena dalam waktu singkat telah memiliki anggota di atas dua ratus ribu pengguna.

Dari pencarian di wikipedia mengenai millatfacebook, memang ditemukan bahwa pemilik situs ini adalah seorang pakistan yang muslim. Namun logika penulis berbalik ketika penulis menerima pesan dari seorang teman yang dengan deteksi IP address mengatakan bahwa server pusat dari millatfacebook berada di USA, Nah lho!! Belum lagi jika kata ‘millat’ diubah menjadi ‘milat’ (dengan satu ‘L’), maka akan ditemui social network yang sama-sama membenci zionis, anti yahudi, dan sama-sama menunjukkan sisi Islam garis keras. Mungkin IP addressnya salah, namun ketika dicek pusat server dari republika.com, servernya ada di Indonesia. Nah lho lagi!!!

Logika bisnis pun mencuat dari benak penulis, apa benar situs ini dibuat sebagai ‘barang subtitusi’ bagi para muslim yang anti zionis? Atau hanya sebagai ‘insting bisnis’ untuk menangkap peluang kebencian pasar terhadap zionis? Logika politik pun ikut mencuat. Jika benar bahwa millatfacebook berada di USA, jangan-jangan kemunculannya pun digunakan sebagai sarana pemetaan bagi pihak yang anti Islam fundamental, radikal, atau anti zionis?? Hayoo!! Perlu diketahui, bahwa pengguna terbanyak millatfacebook ternyata dari Indonesia. Dan jika logika pemetaan ini benar, maka Indonesia bisa dicap sebagai negara Islam fundamental, Hayyyoooo!!!!

Hehehe, terlalu konspiratif ya... yah, terlepas dari benar atau tidak logika yang digunakan penulis, seharusnya masalah ini kembali didiskusikan dalam ranah yang lebih mendasar.

Boikot terhadap produk-produk Israel dilakukan untuk menunjukkan simpati kepada masyarakat Palestina yang sudah begitu lama dijajah oleh Israel. Sesama muslim adalah bersaudara, tak peduli di Indonesia, Arab, Palestina, atau bahkan jika ada di planet namec sekalipun. Kita semua bersaudara selama bibir ini sama-sama mengucapkan ‘Asyhadualaa ilaaha Illallah’.

Lebih jauh, boikot dilakukan sebagai sarana aktualisasi iman, yang berdasar pada kalimat ‘iman seseorang itu dengan tangan, jika tak mampu dengan lisan, jika tak mampu maka dengan hati, dan yang terakhir adalah selemah-lemah iman’. Jika kita tak mampu membantu saudara kita di sana dengan turun langsung ke medan jihad, cukuplah boikot kepada produk-produk musuh mereka menjadi solusi bagi kita. Lebih tegas lagi, masalah ini telah menjadi fatwa yang dikeluarkan oleh Ustadz yusuf Qardlawy bersama seluruh ulama dalam konfensi ulama internasional.

Namun masalahnya, facebook tidaklah termasuk produk yang mesti diboikot dalam konfensi ulama Internasional. Padahal ketika fatwa itu muncul, facebook sudah menjadi social network yang besar.

Boikot terhadap facebook akan menjadikan umat muslim kehilangan senjata dalam pertarungan informasi di dunia maya. Perlu diketahui, ketika penyerangan kapal Mavi Marmara terjadi, facebook yang diklaim sebagai social network yahudi berbalik menjadi senjata bagi yahudi itu sendiri. Facebook berbalik menjadi situs anti zionis paska peristiwa Mavi Marmara tersebut.

Tidak mungkin melawan senapan jarak jauh dengan pedang. Begitu juga, tidak mungkin melawan provokasi anti Islam di facebook dengan senjata yang lebih rendah dari facebook. Senapan harus dilawan dengan senapan juga atau senjata yang lebih baik.

Namun ini tidak berarti melegalkan penggunaan facebook secara permanen, karena jika barang subtitusi selain facebook ada dan bisa digunakan untuk melawan facebook, maka kita harus mendukungnya.

Masalahnya sekarang, adakah barang itu??

Kamis, 10 Juni 2010

Sebuah Goresan

Sebuah kehangatan kan terasa di tengah selimut salju, walaupun hanya setitik api kecil, kan berarti sangat...

Mendengar lantunan indah dari mereka-mereka, sang penyair... membuai tak tentu arah...

Seperti orang gila yang menangis melihat aliran air bening dan lambaian padi...

Keheningan sejenak menerkam, dalam lamunan bayangan masa lalu...

Inspirasi diri ‘kita’ di masa lalu tak mampu dijelaskan logika...

Hanya sekedar ingin,, tanpa alasan yang jelas...

Sama seperti keinginan ranting untuk kering...

Sama seperti inginnya air mata ini tuk jatuh...

Kekuatan nada begitu jujur...

Mungkin batu sombong pun kan luluh dengan kejujuran nada...

Barisan yang teratur lembut..

Namun bisu...

Dan karena kebisuannyalah hati ini bergetar..

Manusia memang memiliki rasa, yang hanya bisa tersentuh oleh kebisuan....

Senin, 24 Mei 2010

Kemungkinan Perubahan Pada Stakeholder Utama Akuntansi Keuangan

Pendahuluan




Peter Drucker mengatakan bahwa dunia bisnis di masa depan akan berada pada kondisi yang penuh dengan ketidak-pastian dan sangat bergolak. Kompetisi dalam kondisi ini menjadi sangat kuat dan ketat sehingga kesalahan yang bisa ditoleransi hampir ‘zero’. Keputusan-keputusan yang diambil dalam kondisi ini menjadi sangat menentukan nasib perusahaan. Sedikit kesalahan yang diambil akan menyebabkan peluang dan keuntungan bagi kompetitor yang begitu banyak dan memiliki competitive advantage yang lebih besar.

Konsumen menjadi raja yang benar-benar diperebutkan. Apapun kebutuhan konsumen harus dipenuhi. Jika konsumen menginginkan harga yang murah, kualitas baik, dan jaminan yang sustainable dari produk, maka perusahaan harus menyediakannya. Jika perusahaan gagal menyediakan maka kemungkinan besar, perusahaan akan gugur dalam pertarungan.

Era kecepatan seperti yang digembar-gemborkan pun ikut mewarnai kondisi bisnis ini. Era kecepatan adalah era di mana perubahan berlangsung sangat cepat dan tak terduga. Warna ini terasa lebih kental dengan hadirnya teknologi informasi. Kehadiran teknologi informasi menambah semarak kondisi bisnis karena setiap orang bisa dengan mudah membandingkan produk satu dengan produk lain, perusahaan satu dengan perusahaan lain, dan otomatis menambah ketat dan panas persaingan dan kompetisi dalam dunia bisnis.

Kondisi-kondisi seperti yang terjadi di atas telah mengubah segala hal, bahkan sampai tiap lekuk terkecil dari kehidupan sekalipun. Ini disebabkan karena dunia bisnis adalah dunia yang menjadi penyokong utama kehidupan manusia. Gugurnya sebuah perusahaan dalam kompetisi bisnis akan berdampak pada bertambahnya jumlah pengangguran dan ini tentu menjadi concern pemerintah. Begitu juga dengan konsumen yang membutuhkan informasi tambahan sehingga bisa menjamin sustainability produk yang dilempar ke pasar.

Jika segala hal dalam kehidupan terpengaruh oleh kondisi bisnis yang serba bergolak dan tak terduga, maka bisa jadi perubahan itu akan sampai pada akuntansi keuangan. Perubahan pelaporan dalam akuntansi keuangan tidak akan berubah karena rasionalitas yang digunakan tidak akan terpengaruh dengan kondisi kehidupan. Akan tetapi pelaporan keuangan akan berubah jika stakeholder utama dalam akuntansi keuangan berubah.

Dalam kondisi bisnis yang bergolak, contohnya konsumen, memegang peran yang sangat sentral dalam kehidupan. Kondisi ini membuka kemungkinan bagi adanya akun-akun khusus dalam laporan keuangan yang membuat konsumen yakin bahwa perusahaan yang menyuplai produk memiliki sustainability dalam bisnis.

Kebijakan dan standard akuntansi keuangan memang hanya ditentukan oleh FASB yang berarti pembentukannya adalah ‘up to down’. Akan tetapi seiring dengan kondisi bisnis yang kian bergolak, tidak menutup kemungkinan bargaining position konsumen meningkat bahkan sampai mampu mempengaruhi kebijakan yang diambil dalam proses penyusunan standard oleh FASB.

Isi



Definisi Stakeholder


Di dalam kehidupan bisnis, kata stakeholder tidak akan bisa dilepaskan karena merupakan bagian penting yang terdapat di dalamnya. Stakeholder sendiri memiliki bermacam-macam definisi yang kesemuanya memiliki kesamaan. Hanya saja, fokus dan penekanan yang berbeda memberikan ruang perdebatan mengenai apa itu stakeholder. Definisi stakeholder dalam beberapa literatur adalah sebagai berikut,

“Segenap pihak yang terkait dengan isu dan permasalahan yang sedang diangkat.”[1]

A person having in his/her possession (holding) money or property in which he/she has no interest, right or title, awaiting the outcome of a dispute between two or more claimants to the money or property. The stakeholder has a duty to deliver to the owner or owners the money or assets once the right to legal possession is established by judgment or agreement.[2]

Person, group, or organization that has direct or indirect stake in an organization because it can affect or be affected by the organization's actions, objectives, and policies.”[3]

Dari ketiga difinisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa stakeholder sangat terkait dengan kepentingan. Artinya semua yang melandasi suatu pihak menjadi stakeholder adalah ada atau tidaknya kepentingan darinya yang terkait.

Stakeholder bermacam-macam, tergantung situasi dan kondisi. Pemerintah memiliki stakeholder utama, yaitu rakyatnya. Perguruan tinggi memiliki stakeholder utamanya yaitu mahasiswa.


Kemanfaatan akuntansi utama kepada investor dan kreditor


FASB menganggap bahwa stakeholder utama dari pelaporan akuntansi keuangan adalah investor dan kreditor (Harry I. Wolk). FASB menganggap bahwa investor dan kreditor adalah pihak yang paling berperan dalam menentukan nasib perusahaan. Oleh karena itu pelaporan dalam akuntansi keuangan seharusnya menyediakan informasi utamanya berkaitan dengan kepentingan mereka.

Alasan lain yang mendasari adalah karena walaupun stakeholder lain juga memiliki andil dalam perusahaan, tetapi peran mereka sebenarnya hanya sebagai peran yang terimbas dari kepentingan investor atau kreditor. Contohnya, ketika pemerintah menginginkan informasi tentang pajak dividen, maka pemerintah seharusnya melihat pada investor. Begitu juga ketika pemerintah ingin tahu tentang tingkat bunga pasar, seharusnya menilai mempertimbangkan bunga pinjaman pada kreditor.

Lebih dari itu, kreditor dan investor dipandang sebagai supplier utama yang menyuplai nilai pada perusahaan. Alasannya karena jelas oleh investor dan kreditorlah perusahaan mendapatkan kapital sebagai sumber daya utama perusahaan. Kreditor dan investor mempunyai kepentingan untuk memastikan sumber daya yang mereka supply bisa digunakan dengan baik sehingga memberikan keuntungan balik bagi mereka atau tidak. Karena itulah mereka memerlukan informasi mengenai apa yang terjadi dalam perusahaan.

Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh kreditur dan investor tidak hanya dengan melihat laba yang dihasilkan oleh perusahaan, tetapi lebih dari itu. Kreditor dan investor memerlukan angka-angka dalam laporan keuangan untuk melihat secara dalam kondisi keuangan perusahaan. Contohnya bagaimana kreditor menggunakan rasio liquiditas untuk menilai keamanan meminjamkan cash pada perusahaan. Bagaimana investor juga melihat cash flow untuk meyakinkan dirinya bahwa perusahaan akan memberikan return yang baik di masa depan.

Walaupun begitu, investor memiliki peran yang paling banyak diakomodir dalam pelaporan keuangan. Hal itu disebabkan semata-mata oleh jumlah investor yang jauh lebih besar dibandingkan dengan kreditor. Standard yang dibuat oleh FASB memang secara eksplisit dan implisit menuju pada penyediaan informasi terbanyak bagi investor.


Stakeholder yang berubah sesuai dengan kondisi dan keadaan


“Stakeholders are people who have some form of interest in the change, whether they are the targets of the change, managers or other interested parties. A lack of stakeholder management is one of the key reasons why change projects fail, so understanding them and ensuring they are addressed in all plans and activities is a critical activity.”[4]

Dalam kalimat ini ditemui pengertian bahwa penentuan fokus utama stakeholder mempunyai dampak yang sangat besar terhadap kehidupan bisnis, dan tentu saja dampaknya akan sampai pada akuntansi keuangan. Kejadian ini bisa berlangsung jika kondisi dan situasi memang mensyaratkan hal tersebut.

Penetapan stakeholder yang sama padahal situasi dan kondisi telah berubah hanya akan menyebabkan kemandegan dan kekeliruan bagi kebijakan yang diambil. Dukungan stakeholder sangat diperlukan dalam menjamin bahwa proses yang direncanakan bisa berjalan dengan lancar.

Kita bisa mengambil contoh pada stakeholder perguruan tinggi misalnya. Penentuan stakeholder yang utama dalam perguruan tinggi akan sangat menentukan kebijakan, keberhasilan, dan lebih jauh dari itu proses pendidikan yang terjadi dan berdampak luas dalam masyarakat. Jika stakeholder utama dari perguruan tinggi adalah mahasiswa, maka segala kebijakan dan target keberhasilan akan mengacu kepada mahasiswa. Lebih jauh, hal ini akan membentuk struktur proses pendidikan pada ranah yang lebih luas seperti negara.

Berbeda jika perguruan tinggi menetapkan stakeholder utamanya adalah pemerintah. Maka kebijakan dan target keberhasilan pun akan mengacu kepada pemerintah. Begitu juga dengan dampak yang akan dihasilkan, akan sangat luas dan berdampak bahkan kepada kehidupan masyarakat.


Paradigma peter drucker tentang turbulensi dan kondisi bisnis yang bergolak


"The greatest danger in times of turbulence is not the turbulence; it is to act with yesterday's logic." (Peter Drucker)

Pernyataan Peter Drucker di atas memberikan kesan bahwa perubahan dalam bisnis menjadi sebuah keniscayaan. Hal ini menjadi sebuah tolak ukur bagi cara menanggapi kehidupan bisnis di masa depan.

Keadaan bisnis yang serba bergolak dan serba kompetitif mensyaratkan cara pandang yang juga berbeda bagi setiap elemen kehidupan yang terkait di dalamnya. Cara pandang yang sama dalam menanggapi keadaan yang jelas-jelas jauh berbeda hanya akan menyebabkan kegagalan. Keadaan yang baru harus dihadapi dengan cara pikir baru. Hanya dengan itu, solusi dari sebuah permasalahan akan bisa terselesaikan dengan baik.

Setiap bagian kehidupan akan terpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap perubahan kondisi bisnis ini. Termasuk akuntansi di dalamnya. Contoh perubahan yang paling kentara adalah mengenai definisi akuntansi yang berubah menjadi,

“kegiatan penyediaan jasa yang berfungsi menyediakan informasi kuntitafif tentang unit-unit usaha ekonomik, terutama yang bersifat keuangan, yang diperkirakan bermanfaat dalam pengambilan keputusan ekonomik.”[5] (statements of accounting principles board no 4 thn (1970))

Kata ‘pengambilan keputusan’ adalah kata yang paling berperan dalam menentukan apa itu akuntansi sebenarnya. Artinya informasi akuntansi apapun itu seharusnya bermanfaat dalam pengambilan keputusan.

Pengambilan keputusan bisa dilakukan oleh siapa saja dalam konteks akuntansi keuangan. Pemerintah, supplier, investor dan kreditor memiliki kepentingannya masing-masing dalam menentukan keputusan berdasarkan laporan keuangan.

Jika proses pengambilan keputusan ini dikaitkan dengan kondisi bisnis yang saat ini ada, maka perubahan cara pengambilan keputusan akan berubah. Hal ini disebabkan karena proses pengambilan keputusan berdasarkan informasi akuntansi dibentuk dari suasana atau keadaan bisnis yang tidak sama dengan keadaan bisnis yang saat ini ada.


Kemungkinan perubahan stakeholder utama pada akuntansi keuangan di masa depan


Saat ini akuntansi digunakan sebagai jasa penyedia informasi yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan oleh investor dan kreditor karena lingkungan bisnis menganggap bahwa investor dan kreditor merupakan pihak yang paling penting dalam dunia bisnis. Fokus ini bukan tanpa toleransi untuk diganti karena masalah ini seharusnya tidak kaku dan bisa mengikuti perkembangan zaman dan kebutuhan bisnis.

Kita bisa melihat betapa akuntansi berguna bagi keputusan investor dan kreditor saat ini. Akun-akun seperti dividen dan beberapa yang sangat menjadi concern investor dan kreditor ditempatkan dalam posisi yang sangat mudah untuk dilacak. Berbeda dengan akun-akun gaji yang berhubungan dengan buruh, atau harga jual barang yang bisa menjadi concern supplier dalam perusahaan retail begitu tersembunyi dalam laporan keuangan.

Seperti yang telah diulas, kondisi bisnis ke depannya memiliki karakter yang lebih keras dari kondisi bisnis saat ini. Segalanya berjalan cepat dan sangat kompetitif sehingga tida mentolerir kesalahan sekecil apapun. Dengan keadaan seperti ini, kekuatan utama dalam dunia bisnis tidak lagi berada di tangan investor dan kreditor, tetapi di atas tangan konsumen.

Jika konsumen memegang peran yang begitu penting dalam lingkungan bisnis, maka jelas kebutuhan konsumen seharusnya diakomodir secara penuh oleh berbagai pihak termasuk standard akuntansi keuangan. Konsumen di masa depan akan semakin pintar dan membutuhkan informasi yang bisa dipercaya terkait dengan perusahaan dari produk yang mereka gunakan sehari-hari. Konsumen membutuhkannya bisa jadi untuk mengetahui kondisi perusahaan sehingga bisa melihat kemungkinan sustainability produk yang mereka gunakan.

Tanpa adanya standard yang bisa memenuhi kebutuhan konsumen akan mempersulit proses transaksi yang ada dalam masyarakat. Konsumen akan sangat bingung menentukan keputusan produk mana yang seharusnya mereka beli, apalagi jika ini terkait dengan sustainability. Konsumen tidak memiliki sumber informasi yang bisa mereka percaya seperti laporan keuangan.

Namun yang perlu diperhatikan adalah pergeseran fokus utama stakeholder bukan berarti penghilangan stakeholder yang lama. Investor dan kreditor tetap menjadi bagian penting di dalam lingkungan bisnis sehingga harus tetap menjadi pihak yang kepentingannya sangat diakomodir dalam laporan keuangan, akan tetapi seiring dengan kondisi bisnis maka memerlukan tambahan stakeholder utama yang kepentingannya harus diakomodir secara penuh, yaitu konsumen.

Penutup


“Change is the law of life. And those who look only to the past or present are certain to miss the future” (J.F. Kennedy)

Perubahan bisnis menggiring perubahan dalam berbagai bidang dalam kehidupan, tidak terkecuali akuntansi keuangan. Saat ini perubahan telah menggiring akuntansi manajemen dari akuntansi manajemen yang bersifat tactical menjadi akunatnsi manajemen yang bersifat strategik.

Tidak menutup kemungkinan bahwa akuntansi keuangan akan berubah seiring dengan perkembangan waktu. Perubahannya bisa saja hanya bersifat teknis, tetapi tidak menutup kemungkinan juga bahwa perubahannya akan bersifat fundamental dan sangat mendasar.

Salah satu yang menjadi concern perubahan adalah fokus utama stakeholder dalam pelaporan akuntansi keuangan. Di dalam standard SFAC dikatakan bahwa investor dan kreditor merupakan stakeholder utama yang kepentingannya paling diakomodir. Alasan utamanya karena investor dan kreditor merupakan pihak yang paling berpengaruh dalam lingkungan bisnis.

Namun dalam lingkungan bisnis yang baru, fokus stakeholder ini sudah sepantasnya bergeser kepada konsumen. Pergeseran kekuatan dari investor dan kreditor kepada konsumen sejalan dengan pemikiran peter drucker yang menganggap bahwa bisnis di masa depan akan menjadi sangat turbulence dan bergolak.

Referensi


Dodd, Rozycki, and I. Wolk, Harry. (2008). “Accounting Theory”.7th ed. Sage Publications Asia-Pacific.

http://id.wikipedia.org/wiki/Pemangku_kepentingan

http://legal-dictionary.thefreedictionary.com/Stakeholder

http://www.businessdictionary.com/definition/stakeholder.html

http://changingminds.org/disciplines/change_management/stakeholder_change/stakeholder_change.htm

Senin, 19 April 2010

Kebenaran Radikalisme Islam

Belakangan kata ‘radikalisme’ begitu sering mencuat dan menarik perhatianku. Ada kegusaran yang muncul. Kenapa begitu inginnya sekelompok pihak membendung pemikiran ini? Atau mungkin pemahaman tentang kata ini berbeda antara satu dengan yang lain?

Satu pihak menganggap bahwa radikalisme berpotensi memecah belah umat. Radikalisme dianggap tidak sesuai dengan kondisi zaman saat ini. Bahkan yang lebih parah, radikalisme dianggap sebagai embrio terorisme. Dampaknya, orang-orang menjadi alergi dan takut terhadap kata radikalisme.

Secara intuisi, hal itu bisa dibenarkan. Akan tetapi pandangan mengenai radikalisme seharusnya tidak terbatas pada intuisi yang didominasi subyektifitas. Kita harus melihat secara obyektif, apa itu radikalisme, seperti apa definisinya, dan segala hal tentangnya.

“‘Radikalisme’ berasal dari bahasa Latin “radix, radicis”, artinya akar ; (radicula, radiculae: akar kecil). Berbagai makna radikalisme, kemudian mengacu pada akar kata “akar” ini. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), radikal diartikan sebagai “secara menyeluruh”, “habis-habisan”, “amat keras menuntut perubahan”, dan “maju dalam berpikir atau bertindak”. Sedangkan “radikalisme”, diartikan sebagai: “paham atau aliran yang radikal dalam politik”, “paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaruan sosial dan politik dengan cara yang keras atau drastis”, “sikap ekstrim di suatu aliran politik”.”

Jika kita mengacu kepada pendapat ini, mungkin kita akan mendapatkan gambaran sifat yang menonjol. Radikal identik dengan sifat totalitas.

Pertanyaannya, apa yang salah? Apakah Islam mengajarkan kita untuk setengah-setengah dalam berbuat sesuatu? Apakah kemudian, sifat radikal bertentangan dengan sifat Islam? Atau jangan-jangan radikal yang berarti totalitas adalah justru merupakan inti ajaran Islam?

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan (total), dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Al-Baqarah:208)

Jika kita mau obyektif, sebenarnya sifat radikal tidaklah bertentangan dengan ajaran Islam. Bahkan Islam sendiri yang mengajarkan sifat radikal itu untuk kita.

Permasalahannya di sini adalah, sifat radikal begitu berbeda ketika berimbuhan dengan –isme. Radikalisme tidak lagi dimaknai sebagai totalitas, tetapi lebih menuju pada sifat keras, drastis dan tanpa toleransi. Ini yang menjadi masalah.

Belum lagi jika kita lebih dalam membahas makna radikalisme Islam atau Islam radikal. Maknanya akan lebih jauh melenceng dari akar kata radikal.

Sejauh yang saya baca, makna Islam radikal atau radikalisme Islam lebih banyak mengarah kepada poin negatif. Makna kedua kata ini lebih banyak digunakan atau ditujukan untuk sebuah kelompok yang dianggap keras. Stigma ini kemudian digulirkan dan akhirnya kelompok-kelompok terkait dicap sebagai kelompok yang keras, tidak punya toleransi, tertutup, asing, dan beberapa sifat yang mirip.

Padahal jika kita mau berkenalan lebih jauh, kelompok-kelompok ini tidak sekeras makna radikalisme Islam yang digembar-gemborkan. Mereka punya toleransi. Yang membedakan hanyalah karakter. Sama seperti sepasang saudara yang berlainan karakter, walaupun berasal dari satu darah.

Bahwa mereka radikal, dalam pengertian dan pendapat sebelumnya, saya setuju. Mereka memang totalitas dalam mengangkat Islam dalam kehidupan. Mereka menyeluruh dalam mengimplementasikan Islam. Mereka tidak hanya toleran, tapi juga tegas menyikapi berbagai masalah umat.

Akan tetapi dalam menyamakan mereka dengan konsep radikalisme Islam, saya tidak sepakat. Makna ‘radikalisme Islam’ yang dimunculkan tidak konsekuen dengan akar kata ‘radikal’. Terlihat sekali bahwa istilah ‘radikal’ yang sebenarnya positif, di tenggelamkan dalam makna ‘radikalisme Islam’ yang cenderung negatif.

Adian husaini menyebut istilah radikalisme Islam lebih baik diganti menjadi ekstrimisme Islam. Makna ini lebih jelas karena memiliki makna berlebih-lebihan. Untuk makna ini, kita semua sepakat bahwa Rasulullah pun melarang hal yang berlebih-lebihan walaupun itu dalam konteks ibadah. Dan dalam konteks ini, saya pun sepakat bahwa ekstremisme Islam tidak seharusnya dibela, karena jelas melanggar ‘core’ ajaran Islam.

Mari merenung...

Saya sempat berpikir bahwa bisa jadi penyembulan makna ‘radikalisme Islam’ ini dilandasi oleh kepentingan perang dunia global. Kepentingan perang yang diungkapkan oleh Samuel Huttington dalam bukunya, “Clash of Civilization”.

Menhan AS, Paul Wolfowits menyatakan: “Untuk memenangkan perjuangan yang lebih dahsyat ini, adalah sebuah kesalahan kalau menganggap bahwa kita yang memimpin. Tapi kita harus semaksimal mungkin mendorong suara-suara Muslim moderat.” (Dikutip dari buku Siapakah Muslim Moderat? (ed). Suaidi Asy’ari, Ph.D. (2008), yang dikutip oleh Adian husaini)

Tidak terasa kah kejanggalan, saat Menhan AS mengatakan ‘Islam’ di tengah pidato perangnya???
Kita harus lebih obyektif dalam hal ini. Secara historis bangsa Indonesia punya lubang kelemahan hasil politik ‘devide et impera’. Dan bisa jadi kelemahan ini yang sengaja dimanfaatkan untuk kepentingan pihak tertentu.

Akhirnya, saya hanya bisa berkata, manusia memang begitu lemah. Apalagi di hadapan raksasa informasi. Dewasa ini, semua begitu kompleks dan membingungkan. Kebenaran hanya diklaim secara sepihak dan menjadi sangat subyektif.

Di satu sisi kebenaran diinjak-injak atas nama toleransi yang berlebihan, dan di sisi lain kebenaran terlalu diagung-agungkan dengan membantai manusia yang tak se-benar.

Padahal tanaman secara wajar tumbuh mengikuti arah datangnya sinar matahari, begitu juga manusia. Pemikiran yang telah lama berdansa dalam waktu dan lingkungan masa kecil, pasti wajar berpengaruh di kedewasaannya.

Jika kita sadar hal ini, seharusnya kita berdebat layaknya kakak dan adik, bukan seperti malaikat dan iblis.

Kita semua bersaudara, dan seharusnya menguat dalam kesadaran kesamaan aqidah.

Ah, aku teringat saat membaca kisah terakhir kehidupan Rasulullah. Tentang kata-kata yang terucap dari bibir sucinya, “Ummati...ummati...ummati...”
 Yah, aku sadar...
Kita lupa........
Bahwa kita bersaudara.......

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (Al-Huujurat: 49)

Minggu, 18 April 2010

Antara Idealisme dan Orang tua

Apa jadinya jika idealisme harus dibenturkan oleh kenginan orang tua? Kita akan sulit sekali menentukan sebuah keputusan. Di satu sisi idealisme harus dipertahankan mati-matian, tetapi di lain sisi menuruti kemauan orang tua merupakan sebuah kewajiban.

Satu-satunya hal yang berpotensi sangat absurd dalam hubungan kita dengan orang tua bukan hanya masalah idealisme. Masalah-masalah kebenaran pun bisa jadi berpotensi memancing konflik dengan orang tua.

Contoh konkretnya, bisa jadi orang tua kita menginginkan kelulusan yang cepat dari kuliah kita. Tetapi ternyata menurut kita tidak. Kita lebih memandang kualitas daripada kuantitas kecepatan. Kuliah lama tidak masalah jika bisa diimbangi dengan pencapaian yang tinggi. Berbeda dengan pandangan orang tua yang menilai kecepatan lulus kuliah merupakan segalanya.

Lagi-lagi harus dikatakan bahwa dunia ini tidak terdiri atas hitam dan putih saja. Dunia ini juga dibentuk dari nuansa keabu-abuan. Bisa jadi kebenaran yang kita yakini adalah sebuah kesalahan yang orang tua kita yakini. Bisa jadi pikiran berat yang kita hadapi hanya seperti kerikil dalam pandangan orang tua kita.

Bagaimana kita bersikap? Sepertinya agama telah mengajarkan.

Islam mengajarkan untuk kita mematuhi segala apa yang diperintahkan orang tua kita, kecuali jika itu bertentangan dengan aqidah. Hal ini mutlak dan tak terganggu gugat. Bahkan walaupun kita boleh menolak perintah yang mengganggu aqidah, kita tetap diwajibkan menolak dengan halus dan berbuat baik kepada mereka berdua.

Teorinya mudah, tetapi tak semudah implementasinya. Bagaimana caranya melakukan hal yang kita yakini salah walaupun itu tidak bertentangan dengan Islam? Kita seperti harus berenang di anak sungai, yang kita yakini ujungnya adalah jurang.

Tapi mungkin inilah keindahan Islam. Agama ini mengatur secara jelas hubungan paling simpel antara anak dengan orang tuanya. Islam jelas, tegas, sekaligus sederhana dalam mengatur hak dan kewajiban anak dan orang tua.

“Adakalanya kita menilai sesuatu itu baik, ternyata itu buruk di mata Allah. Dan adakalanya kita menilai sesuatu itu buruk, ternyata itu baik di mata Allah.”

Bisa jadi kita begitu keras dengan idealisme yang kita anggap baik. Akan tetapi, bisa jadi itu bukanlah yang terbaik untuk kita.

Bisa jadi orang tua kita adalah wakil Allah yang diturunkannya untuk menjaga kita dari hal-hal yang buruk di mata Allah.

Yah... kenapa hidup ini begitu terlihat serius dan berbahaya. Karena kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi satu detik hidup kita ke depan.

Dan kenapa hidup ini memaksa kita untuk bersikap tawakkal, karena kita tidak tau kita sedang berhadapan dengan rahmat atau musibah.

Yang kita bisa hanya berprasangka baik kepada Allah SWT.

Keniscayaan Ujian Pemuda



Hasan Al-Banna mengatakan bahwa seorang pemuda memiliki kekuatan terbaik dari seorang manusia. Hal itu dibuktikannya dengan langkah nyata, pendidikan yang fokus kepada pembentukan generasi ummat. Beliau percaya bahwa peradaban Islam pasti akan muncul di tangan pemuda. Sama seperti da’wah Nabi dan Rasul yang terekam dalam Al-qur’an. Da’wah itu selalu dipanggul di atas pundak pemuda.

“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (Ar-Rum: 54)

Sejarah membuktikan bahwa perubahan selalu berasal dari kebeningan telaga yang menggelegak dari hati para pemuda. Kemiskinan yang menjadi momok bangsa Amerika Latin diubah oleh Che dengan revolusinya di Cuba. Kemerosotan ekonomi Jerman diubah oleh Hitller dengan faham fanatisme rasnya. Sayyid Qutbh, Hasan Al-Banna, Hasan Hanafi, Khomeini, bahkan hingga generasi Tabi’it Tabi’in, semuanya adalah pemuda dengan perubahan yang dibawanya masing-masing.

Impian, harapan dan cita-cita seorang pemuda begitu tinggi. Ditambah lagi kekuatan dan keberanian yang dimilikinya. Semua potensi yang dimiliki oleh seorang pemuda mengantarkannya pada strata tertinggi dari barisan para pejuang. Ibarat sebuah pohon, pemuda adalah pucuk tertingginya. Dan dengan posisi itu, pemuda niscaya menanggung amanah yang terberat dalam kehidupan.

Teringat sebuah pepatah, “makin tinggi pohon makin kencang angin bertiup.” Makin tinggi tingkatan dan kekuatan yang diberikan, cobaan itu akan semakin besar.

Jika pepatah ini dibawa dalam konteks pemuda, maka pemuda sunnatullahnya memiliki cobaan yang paling berat semasa hidupnya. Dalam keadaan emosi yang masih labil, keinginan yang berlimpah, angan yang panjang dihanyutkan dalam lingkungan yang hedonis, apatis, dan serba instan. Pemuda dengan segudang amanah di pundaknya harus mampu melewati hadangan internal dan eksternal ini.

Pemuda yang lemah akan mati dalam cobaan kenikmatan. Dan pemuda yang berhasil melewatinya akan terus diuji dengan angin yang lebih kencang. Wajar jika pemuda diberikan cobaan yang berat. Karena dari tangan-tangan merekalah diharapkan sebuah perbaikan.

Allah berperan besar dalam mempersiapkan kader-kader-Nya. Seorang pemimpin selalu lahir dari seleksi alam yang berat. Dan pemuda sebagai generasi kepemimpinan sudah sewajarnya mendapatkan ujian yang sangat berat. Seperti besi yang dipanaskan, ditempa, dan direndam berkali-kali akan menghasilkan pedang yang tajam.

Terakhir, teruntuk dirimu para pemuda. Kesabaran seorang pemuda memang tipis. Emosi yang menggelayut menjadikan kesabaran begitu sulit. Apalagi jika dengan kesabaran itu, masalah yang datang begitu besar dan tak kunjung hilang. Akan tetapi ingatlah logika besi yang ditempa dan dibakar. Makin kencang tempaan dan panas api yang membakar, akan menghasilkan pedang yang semakin tajam. Makin keras dan berat ujian yang diberikan, makin handal generasi kepemimpinan yang dihasilkan.

Allah yakin, pemuda tidak seperti kayu lapuk yang akan hancur dengan segelintir benturan. Allah yakin pemuda ibarat besi yang kan makin gagah dan kokoh dengan tempaan api. Bersabarlah.