This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 19 Desember 2009

Menyoalkan Kembali Gerakan Mahasiswa

Tidak ada yang meragukan peran serta mahasiswa bagi perubahan negeri ini. Di tahun 1908, mahasiswa sebagai garda terdepan perubahan tercatat mendirikan organisasi pergerakan pertama, Boedi Oetomo, yang saat ini banyak dikenal sebagai tonggak awal kebangkitan bangsa Indonesia. Dan sejak tahun itu, mahasiswa terus-menerus melancarkan beragam aksi –aksi politis yang sangat berpengaruh dalam perjalanan bangsa ini. Kita bisa melihat bagaimana keberanian mereka ketika mengumandangkan sebuah sumpah yang dikenal dengan nama Sumpah Pemuda. Kita juga bisa melihat bagaimana kekuatan intelektual mereka melahirkan organisasi-organisasi mahasiswa sebagai pusat-pusat pengkaderan pemimpin masa depan Indonesia. Aksi-aksi monumentalpun tak ketinggalan menjadi goresan tinta emas bagi mereka. 1998 menjadi bukti kepahlawanan mahasiswa dalam melakukan perubahan negeri ini. Mereka yang tak mampu berbicara sebelum 1998 akhirnya terbebas dari cengkeraman tiran dan menjadi martir-martir baru penyumbang ide perubahan.

Namun sayangnya zaman telah berubah. Zaman baru dan era baru saat ini seolah tanpa ampun menggerus paradigma lama yang mengatakan bahwa politik merupakan panglima utama. Kita bisa melihat bagaimana negara-negara maju dengan berbagai cara, mati-matian membangkitkan potensi SDMnya dengan berbagai skill, teknologi, kemampuan berbahasa, matematika, biologi, dan kualitas lainnya. Anggaran negara hampir seluruhnya difokuskan untuk memelihara tunas-tunas bangsanya. Dan mirisnya, yang terjadi di Indonesia adalah sebaliknya. Ketika bangsa lain sibuk mengurusi peningkatan keahlian Ilmu pengetahuannya, bangsa ini masih saja berkutat dalam permasalahan sosial politik yang tiada henti.

Sialnya masalah ini terjadi bukan hanya pada tataran elit pemerintahan negeri ini, bahkan gerakan-gerakan intelektual mahasiswa seolah apatis dengan perubahan yang terjadi. Sampai sekarang gerakan mahasiswa umumnya masih saja terkotak dalam romantisme masa lampau yang memang gencar diwarnai oleh aksi-aksi politis. Ya! Gerakan mahasiswa masih saja terkotak melulu pada urusan sosial politik. Tidak masalah jika memang mahasiswa tersebut berasal dari ilmu-ilmu yang berkaitan, tapi akan bermasalah ketika ternyata mahasiswa tersebut tidak berasal dari ilmu yang berkaitan. Bayangkan saja seorang mahasiswa kedokteran ‘dipaksa’ untuk belajar masalah konflik antar partai ketimbang berbicara masalah kanker dan perkembangan tingkat kesehatan Indonesia. lebih parah lagi ketika seorang mahasiswa jurusan teknik kimia ‘dicekoki’ dengan ilmu-ilmu gerakan-gerakan sosial ala marxisme dibanding meneliti kemungkinan penggunaan bioenergi.

Di mana letak relevansi antara agitasi, propaganda, blow up isu dan sebagainya dengan teknologi, informatika, dan ilmu penyakit??? Jika sebelumnya dikatakan bahwa salah satu’master piece’ mahasiswa adalah organisasi-organisasi mahasiswa sebagai kawah candra dimuka kepemimpinan nasional, maka makna ini seharusnya terkandung dan terefleksi sampai saat ini. Saya tidak hendak mengatakan bahwa mahasiswa seharusnya anti politik, tetapi lebih menekankan bahwa fokus terhadap politik seharusnya dikurangi jika memang ingin bangsa ini berubah.

Nah, pertanyaannya adalah, apakah gerakan mahasiswa sampai saat ini masih relevan menggendong makna pencetak pemimpin masa depan bangsa?? Perlu diperhatikan bahwa zaman telah berubah. Dengan perubahan zaman yang terjadi niscaya syarat-syarat yang dibutuhkan untuk menjadi pemimpin perubahan bangsa ini pun juga pasti berubah.

Gerakan mahasiswa seharusnya memahami bahwa ending cerita yang ditulis pada zaman ini berbeda dengan ending cerita gerakan mahasiswa masa lampau. Jika gerakan mahasiswa tidak mampu memahami perbedaannya, maka tidak salah jika ada yang mengatakan bahwa gerakan mahasiswa itu absurd, tak paham zaman, ga’ logis, dan semerawut. Umpatan-umpatan terhadap gerakan mahasiswa tidak akan selesai sampai di sini, bahkan akan lebih dari ini jika memang gerakan mahasiswa tidak berubah dari waktu ke waktu.

Musuh utama gerakan mahasiswa bukan lagi manusia berlencana dengan sebuah rifle, bukan lagi sepatu boot yang siap melayang ke dada dan muka, bukan lagi terik matahari dan kerasnya jalanan, bukan lagi kerajaan tiran yang membungkam ide dan kebebasan berpikir, sekali-kali bukan!! Musuh gerakan mahasiswa saat ini adalah budaya hedonisme, konsumerisme, apatisme, moralitas, ketidak-pekaan, dan kebodohan, itulah musuh utama gerakan mahasiswa sekarang. Bukan lagi angin ribut yang siap mengombang-ambingkan monyet dari atas pohon, tetapi justru angin sepoi-sepoi yang mampu menidurkan monyet dan terjatuh itulah sebenar-benar bahayanya.

Hal ini yang seharusnya menjadi bahan renungan bagi aktor-aktor gerakan sosial mahasiswa. Paradigma gerakan mahasiswa sudah saatnya bertransformasi, secara utuh dan mendasar. Gerakan mahasiswa sudah seharusnya tidak dipandang sebagai gerakan sosial komunis yang anti kemapanan dan cenderung sangat politis. Sudah saatnya gerakan mahasiswa segera mentransformasikan dirinya dalam bentuk yang baru, persis seperti ulat bulu yang mentransformasikan dirinya menjadi kupu-kupu. Perubahan yang benar-benar mendasar, bukan hanya seperti ulat bulu yang diberi lipstik dan baju, bukan hanya bungkus, tapi esensi.

Jika zaman memang sedang bergerak untuk menghargai ilmu pengetahuan dan tunas-tunas bangsa yang berprestasi, maka ke sanalah seharusnya gerakan mahasiswa menuju. Tidak ada yang menyangkal bahwa budaya-budaya seperti hedonisme, konsumerisme, apatisme, moralitas, ketidak-pekaan, dan kebodohan menjadi momok utama dalam membangkitkan ilmu pengetahuan dan prestasi generasi muda. Budaya-budaya tersebut akan seperti borok yang perlahan-lahan merusak mental dan pikiran generasi muda Indonesia.

Perlu diingat, bahwa budaya-budaya kontraproduktif yang telah disebutkan  sebagai musuh gerakan mahasiswa tersebut tidak hanya seperti aliran air, tetapi jauh lebih besar, seperti arus besar yang siap menenggelamkan sebuah kota sebesar Jakarta. Ditambah lagi arus besar budaya kontraproduktif tersebut bergerak secara linear, searah, dan sangat sistematis, sehingga menuntut solusi perubahan yang juga besar, linear, searah, dan sangat sistematis. Di sinilah gerakan mahasiswa berperan penting, mengomandoi individu-individu perubah, agar perubahan tersebut bisa terkoordinasi dengan baik melawan budaya yang juga terkoordinasi dengan baik.

Perubahan ini harus dilakukan secepatnya atau gerakan mahasiswa akan tersisa menjadi keping-keping fosil yang siap dimuseumkan. Atau bisa juga menjadi kenangan yang diceritakan turun-temurun dari generasi ke generasi, sebagai sebuah legenda yang sudah lama mati. Berubah atau tidak adalah pilihan, tapi yang pasti sembari menunggu pilihan berubah atau tidak, perubahan akan tetap berlanjut.