Minggu, 18 April 2010

Antara Idealisme dan Orang tua

Apa jadinya jika idealisme harus dibenturkan oleh kenginan orang tua? Kita akan sulit sekali menentukan sebuah keputusan. Di satu sisi idealisme harus dipertahankan mati-matian, tetapi di lain sisi menuruti kemauan orang tua merupakan sebuah kewajiban.

Satu-satunya hal yang berpotensi sangat absurd dalam hubungan kita dengan orang tua bukan hanya masalah idealisme. Masalah-masalah kebenaran pun bisa jadi berpotensi memancing konflik dengan orang tua.

Contoh konkretnya, bisa jadi orang tua kita menginginkan kelulusan yang cepat dari kuliah kita. Tetapi ternyata menurut kita tidak. Kita lebih memandang kualitas daripada kuantitas kecepatan. Kuliah lama tidak masalah jika bisa diimbangi dengan pencapaian yang tinggi. Berbeda dengan pandangan orang tua yang menilai kecepatan lulus kuliah merupakan segalanya.

Lagi-lagi harus dikatakan bahwa dunia ini tidak terdiri atas hitam dan putih saja. Dunia ini juga dibentuk dari nuansa keabu-abuan. Bisa jadi kebenaran yang kita yakini adalah sebuah kesalahan yang orang tua kita yakini. Bisa jadi pikiran berat yang kita hadapi hanya seperti kerikil dalam pandangan orang tua kita.

Bagaimana kita bersikap? Sepertinya agama telah mengajarkan.

Islam mengajarkan untuk kita mematuhi segala apa yang diperintahkan orang tua kita, kecuali jika itu bertentangan dengan aqidah. Hal ini mutlak dan tak terganggu gugat. Bahkan walaupun kita boleh menolak perintah yang mengganggu aqidah, kita tetap diwajibkan menolak dengan halus dan berbuat baik kepada mereka berdua.

Teorinya mudah, tetapi tak semudah implementasinya. Bagaimana caranya melakukan hal yang kita yakini salah walaupun itu tidak bertentangan dengan Islam? Kita seperti harus berenang di anak sungai, yang kita yakini ujungnya adalah jurang.

Tapi mungkin inilah keindahan Islam. Agama ini mengatur secara jelas hubungan paling simpel antara anak dengan orang tuanya. Islam jelas, tegas, sekaligus sederhana dalam mengatur hak dan kewajiban anak dan orang tua.

“Adakalanya kita menilai sesuatu itu baik, ternyata itu buruk di mata Allah. Dan adakalanya kita menilai sesuatu itu buruk, ternyata itu baik di mata Allah.”

Bisa jadi kita begitu keras dengan idealisme yang kita anggap baik. Akan tetapi, bisa jadi itu bukanlah yang terbaik untuk kita.

Bisa jadi orang tua kita adalah wakil Allah yang diturunkannya untuk menjaga kita dari hal-hal yang buruk di mata Allah.

Yah... kenapa hidup ini begitu terlihat serius dan berbahaya. Karena kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi satu detik hidup kita ke depan.

Dan kenapa hidup ini memaksa kita untuk bersikap tawakkal, karena kita tidak tau kita sedang berhadapan dengan rahmat atau musibah.

Yang kita bisa hanya berprasangka baik kepada Allah SWT.

4 komentar:

  1. karena kita tidak tahu seperti apa masa depan, maka hidup menjadi menarik :)

    Nggak seru dong klw belum apa apa udah tau hasilnya kaya gimana. hehe :P

    BalasHapus
  2. Kenapa hidup bisa terlihat begitu berbahaya, karena kita tidak kan pernah tau apa yang akan terjadi satu detik hidup kita ke depan...

    BalasHapus
  3. makasih artikelnya, berguna bngt buat saya

    BalasHapus