Sabtu, 20 Agustus 2011

Syukur atau Putus Asa?

Ada seseorang yang menyatakan kekecewaan karena merasa dirinya tidak seberuntung saudaranya. Bagaimana tidak. Bisa jadi saudaranya lebih cerdas, bisa jadi lebih cantik atau ganteng, bisa jadi lebih shaleh, bisa jadi lebih santun, bisa jadi lebih berprestasi, bisa jadi lebih lebih dan lebih dibanding dirinya. Ujung-ujungnya dia kecewa karena merasa orang-tuanya membandingkannya dengan saudara-saudaranya.

Kisah lain bukan hanya terbatas hanya di lingkup iri saja. Ada seseorang yang punya kebiasaan buruk seperti merokok, susah menahan nafsu syahwat, sering menonton video biru, telat shalat, keseringan tidur, IPK jeblok, kurang pergaulan, minder pada yang kuat sombong pada yang lemah, pemalas, dan ga berprestasi. Orang-orang semacam ini merasa sulit sekali untuk berubah jadi lebih baik. Alasannya karena sulit, sudah jadi kebiasaan dari kecil, lingkungannya mendukung dia berbuat seperti itu, dan berbagai macam alasan lainnya.

Saya sih frontal saja, bisa jadi cerita ini fiktif, namun jika ada kesamaan narasi bukanlah kebetulan belaka. :ngakak

Tapi kalo kita mau jujur sama diri sendiri, potret di atas adalah makanan sehari-hari bagi kebanyakan orang. Merasa bahwa diri kita tidak ideal dan ketika ingin berubah jadi ideal begitu sulit. Ujung-ujungnya, mau tidak mau pihak yang merasa dirinya tidak ideal akan berkata, “Yah sudahlah, disyukuri saja apa yang kita diberikan Allah pada kita. Udah diciptakan begini ya disyukuri aja.”

Akhi, ukhti, coba kita cermati, apakah kalimat yang dilontarkan orang ini tepat.

Jika kita melihat Rasulullah dengan para sahabat. Apakah pernah kalimat ini terucap dari bibir manis Rasulullah atau para sahabat? Afwan, mungkin pengetahuan sejarah saya kurang, tetapi sampai sekarang saya belum pernah menemukan ada kisah yang menceritakan Rasulullah dan para sahabat mengatakan, “Yah sudahlah, disyukuri saja apa yang diberikan Allah pada kita.”

Yang saya pernah dengar adalah cerita ketika perang khandaq kaum muslimin membuat parit besar atas ide Salman Al-Farisi. Karena ide ini adalah ide baru, banyak sekali hambatan dalam pembuatan parit besar tersebut. Bahkan dikisahkan, sampai-sampai para sahabat dan Rasulullah harus mengganjal perutnya dengan batu, karena sanking kerasnya mereka harus bekerja sementara bahan makanan sudah menipis.

Suatu ketika sahabat menemukan batu besar yang keras dan tidak bisa dipecahkan. Mereka melapor kepada Rasulullah dan dengan sigap Rasulullah langsung menuju ke tempat batu itu berada untuk menghancurkannya.

Pertanyaannya sekarang, apa yang dikatakan Rasulullah pada cobaan batu besar yang keras dan tidak bisa dihancurkan ini? Apakah, “Yah sudahlah, disyukuri saja apa yang diberikan Allah pada kita.” Begitukah yang dikatakan Rasulullah?

Tidak akhi, ukhti, sekali-kali tidak. Rasulullah dengan luar biasa memukul batu tersebut hingga muncul kilatan. Lalu Rasulullah mengatakan, “Aku melihat istana Parsi dengan begitu jelas”. Lalu dipukul lagi oleh Rasulullah dan pukulan kedua memunculkan kilatan lagi. Pada kilatan ini Rasulullah mengatakan, “Aku melihat kerajaan konstantinonpel dengan kunci-kuncinya”. Lalu dipukulan ketiga batu itu hancur berkeping-keping.

Tidak pelak lagi perkataan ini memunculkan semangat membara pada dada para sahabat. Fisik yang mulai keletihan karena terus bekerja membuat parit sementara bahan makanan menipis pun seolah segar kembali. Visi Rasulullah pun terbukti. Kaum muslimin akhirnya menang dengan keberhasilan mengislamkan Persia dan Konstantinonpel.

Pada kisah lain, perang Badar, dikisahkan bagaimana luar biasanya kaum muslimin yang hanya berjumlah 3.000 orang menghadapi kaum kafir Quraisy yang berjumlah 10.000 orang. Bahkan Rasulullah pun sempat menangis di awal pertempuran. Tapi tidak dengan kalimat, “Yah sudahlah, disyukuri saja apa yang diberikan Allah pada kita.” Tidak begitu akh.

Rasulullah menangis sembari menengadahkan tangan dan berdoa, “Ya Allah, jika Engkau biarkan pasukan-Mu ini kalah, maka Kau tidak akan lagi disembah, kecuali jika Engkau menginginkan untuk tidak disembah lagi di muka bumi.” Subhanallah.

Bisakah kita melihat perbedaan kepribadian yang ada pada diri Rasulullah dengan diri kita?

Ya, buat saya, Rasulullah itu fighter sejati. Keterbatasan yang dimiliki oleh kaum muslimin tidak lantas membuat Rasulullah berkata, “Yah sudahlah, disyukuri saja apa yang diberikan Allah pada kita.” Pun, jika beliau seorang Rasul yang doanya pasti mustajab dan tidak mungkin tidak dikabulkan oleh Allah.

Manusia sekelas Rasulullah, yang shalat dhuhanya, shalat berjamaahnya, shalat malamnya, istigfarnya, puasa sunnah dan wajibnya, shadaqahnya dan zakatnya tidak pernah terlewat satu kalipun juga, yang doanya benar-benar dikabulkan oleh Allah dengan tanpa hijab, masih fight dengan keadaan yang membatasinya. Lalu bagaimana dengan kita?

Belum fight sudah bersyukur. Itu mah bukan bersyukur akh, ukh, itu namanya malas.

“loh udah fight nop, tapi gatau kenapa hasilnya begini-begini juga, lebih baik kan disyukuri”

Nah kalo yang ini udah bagus, bukan malas lagi namanya, tapi putus asa. :ngakak

Ada perbedaan telak akh, ukh, antara orang miskin dengan orang zuhud. Orang miskin itu adalah orang yang ditinggalkan oleh dunia. Sementara orang zuhud adalah orang yang meninggalkan dunia.

Orang sabar itu bukan orang yang tidak bisa marah, tetapi orang yang sangat pingin marah, tetapi dia tahan sehingga dia tidak jadi marah.

Perbedaannya terletak pada spirit perlawanan. Spirit fighter. Dan itulah yang seharusnya dipegang oleh seorang muslim.

Haram bagi seorang muslim berputus asa dari rahmat Allah. Karena berputus asa dari rahmat Allah memberikan arti bahwa yang bersangkutan tidak lagi mengakui bahwa Allah Maha Besar, Maha Berkuasa, Maha Raja, Maha Melihat dan Maha Mendengar. Yang bersangkutan tidak lagi percaya bahwa pertolongan Allah sangat dekat. Yang bersangkutan ragu, tentang keberadaan Allah sebagai Dzat yang di tangan-Nya tergenggam bumi langit dan seisinya.

Akhi, ukhti, jika kita merasa diri kita tidak ideal maka berdoalah pada Allah agar mengubah kita jadi sosok yang ideal. Dia Dzat yang menciptakan dan mentakdirkan kita dalam keadaan seperti yang sekarang kita rasakan. Maka berdoalah pada-Nya karena tidak ada sesuatu pun di dunia ini diciptakan oleh-Nya secara sia-sia. Pasti ada sesuatu yang ingin Allah tunjukkan. Maka berdoalah dengan kuat pada-Nya, agar kekuatan-Nya menjadi sumber kekuatan kita.

Akhi, ukhti, hasad dimana kita merasa iri dengan kelebihan yang dimiliki orang lain atau saudara kita itu tidak boleh. Karena hasad akan memunculkan harapan bahwa kebaikan-kebaikan yang dimiliki oleh sahabat kita menjadi hilang dan binasa. Itu tidak boleh.

Tetapi ghitbah itu dianjurkan. Karena ghitbah itu cemburu. Kita cemburu atas kelebihan yang diberikan Allah pada orang lain. Kita cemburu karena Allah mencintai orang lain dengan begitu besar sementara pada kita tidak. Kita menginginkan kelebihan yang dimiliki orang lain tanpa mengurangi kebaikan sedikitpun dari orang yang kita cemburui. Itulah ghitbah. Dan ini dianjurkan. Karena cemburu itu wajar akh. Wajar kita cemburu jika Allah yang kita cintai ternyata lebih mencintai orang lain dibanding kita. Berdoalah akhi, ukhti. Mintalah agar Allah menjadikan kita hamba yang dicintai-Nya. Yakin, Allah Mendengarnya. Lalu berusahalah untuk berubah jadi lebih baik.

Sekali lagi saya katakan, haram bagi seorang muslim berputus asa dari rahmat Allah. Karena sifat putus asa dalam bahasa arab adalah Ablasa. Itu sebabnya makhluk yang tidak mau bersujud pada Nabi Adam dan dikutuk oleh Allah sebagai penghuni kekal neraka adalah Iblis, kata lain dari Ablasa, yang berarti berputus-asa. Karena Iblis tidak lagi punya harapan menikmati keindahan surga, karena makhluk itu sudah ditetapkan Allah sebagai makhluk terkutuk. Dan ini berbeda dengan kita.

Kita seorang muslim dijamin oleh Allah akan masuk surga jika ada keimanan yang hanya sebesar biji sawi di dalam hati kita. Seorang muslim masih punya harapan karena Allah selalu bersamanya. Jangan pernah berputus asa kawan, jangan pernah! Berdoalah dengan sekuat tenaga! Dan berikhtiarlah dengan sepeluh keringat! Sambil meneguhkan dalam hati, bahwa Allah bersama kita. Semoga Allah menguatkan langkah-langkah kita, genggaman tangan kita, tatapan mata kita, dan tekad kita. Amien yaa Rabbal Alamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar