Jumat, 31 Desember 2010

Summary: "30 Tahun Reformasi Ekonomi di Indonesia: Transisi dariKebergantungan akan Sumber Daya Menuju Kemampuan Bersaing secaraInternasional"

Tulisan oleh Ali Wardhana, dirangkum oleh Nova Kurniawan



Selama 30 tahun terakhir struktur perekonomian Indonesia telah mengalami transisi luar biasa. Pada tahun 1967, Indonesia berada dalam situasi yang sangat kacau. Pendapatan per kapita turun sampai tingkat di bawah yang telah dicapai lima tahun sebelumnya, perekonomian hancur oleh hiper inflasi, sektor pertanian tidak dapat lagi menyediakan bahan pangan yang cukup untuk kebutuhan dalam negeri, dan kemiskinan menjadi nasib sebagian besar penduduk.

Pada saat itu ekspor Indonesia masih didominasi oleh minyak dan gas bumi serta beberapa produk utama lainnya. Sektor pertanian masih menyumbang sekitar 24% PDB. Namun pada 1994 PDB riil  tumbuh hingga 7,6% per tahun selama satu dekade dan industri nonmigas tumbuh sampai 20% dari PDB.

Reformasi utama yang dilakukan pada tahun 1965 fokus pada permasalahan stabilisasi. Dua bidang manajemen ekonomi makro yang diadopsi selama masa stabilisasi merupakan hal penting dalam memandu ekonomi sejak saat itu. Pertama, pemerintah orde baru mengharuskan ketelitian dalam hal anggaran belanja dengan mensyaratkan anggaran berimbang setiap tahun. Kedua, pada tahun 1970, pemerintah menyatakan bahwa rupiah akan menjadi mata uang yang sepenuhnya dapat ditukar, tanpa dibatasi arus jual beli valuta asing masuk atau keluar dari Indonesia.

Reformasi lain yang dilakukan adalah reformasi perpajakan. Pada tahun 1980an ekonomi menghadapi krisis serius. Ada penurunan tingkat ekspor riil sebesar 9% pada tahun 1982 bersamaan dengan penurunan sebesar 0,3% pada nilai PDB riil. Defisit tranksasi juga terjadi meningkat terhadap PDB dari 1% ke 6%. Hal ini mengharuskan alternatif kebijakan untuk mengurangi tekanan pada neraca pembayaran.

Reformasi perpajakan sering diduga sebagai tanggapan atas penurunan harga minyak pada tahun 1983. Namun yang sebenarnya terjadi adalah, reformasi perpajakan dilakukan sebagai kebijakan atas perkiraan bahwa Indonesia tidak mampu terus-menerus bergantung pada pendapatan dari minyak dan gas bumi. Upaya reformasi perpajakan mengenalkan sistem yang sepenuhnya modern, kompleks, tingkat marjinal tinggi, dan sulit untuk diterapkan sehingga memperburuk efisiensi ekonomi.

Reformasi perpajakan membawa peningkatan dramatis pada pendapatan dari sektor nonmigas. Peningkatan ini terjadi dari 5,5% terhadap PDB pada tahun 1982 menjadi 11,2% pada 1983.

Reformasi lain yang dilakukan adalah reformasi perdagangan. Keberadaan penerimaan dari perminyakan menyembunyikan beban atas mismanagement ekonomi makro yang substansial. Sikap pencarian sewa tak terkontrol dan otoritas kepabeanan korup dan tidak efisien, lebih jauh lagi menyebabkan tingginya bea impor, sementara perubahan nilai tukar jarang terjadi dan tidak dapat diperkirakan.

Pada 1985, Indonesia menghadapi krisis lain: perlunya menstimulasi ekspor nonmigas. Akhirnya beberapa bulan kemudian pelabuhan dibuka dan pendapatan tarif naik, sementara nilai impor perlahan menurun. Pada 1986, pemerintah menerapkan bebas bea masuk, dan mengimpor secara langsung, tanpa mempertimbangkan larangan lisensi yang berlaku

Hasilnya, ekspor nonmigas meningkat dari sekitar 5,9 milliar dollar AS pada tahun 1985 menjadi sekitar 30,4 milliar dollar AS pada tahun 1994-peningkatan lebih dari lima kali lipat dalam periode lima tahun. Rata-rata pertumbuhan tahunan sekitar 20%, empat kali lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan ekspor dunia. Komposisi ekspor nonmigas juga mengalami perubahan yang dramatis dengan produk seperti karet, kopi, teh, timah, dan alumunium mencapai hampir setengah dari total ekspor nonmigas.

Regulasi reformasi investasi juga dilakukan. Sejak awal tahun 1990-an, terjadi pengurangan batasan investasi secara progresif. Pada tahun 1994, persetujuan investasi asing melebihi nilai 24 milliar dollar AS dan pada tahun 1995 mencapai nilai 40 milliar dollar AS.

Reformasi sektor keuangan dilakukan sebagai alat untuk menanggapi berkembangnya industri. Tahapan-tahapan diperkenalkan, termasuk yang disebut Pakto 88, membangun serangkaian reformasi yang dirancang untuk meningkatkan kompetisi pada sektor keuangan dengan menghilangkan beberapa hambatan yang ada, bahkan setelah reformasi tahun 1983.

Hasil dari beberapa reformasi yang dilakukan adalah, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan proporsi pembentukan modal tertinggi di antara negara-negara berkembang, peningkatan positif yang signifikan dari sektor tenaga kerja, dan tentu saja pengurangan angka kemiskinan yang signifikan dari 1970-1987.

1 komentar:

  1. saatnya menggalangkan ekonomi indonesia yang mandiri. kearifan Lokal harus diutamakan. sektor agraris yg menjadi pondasi dasar negeri ini yg harus diutamakan dan dimajukan yang ditunjang dengan sektor pendukung lainnya..

    saatnya sistem perbankan kita gunakan sistem syariah.. karena "musibah" kredit macet dpt merugikan negara.. beda halnya dgn perbankan syariah yg mengedapankan sistem bagi hasil. riba/bunga ibarat mengais rejeki dari keringat orang lain dan kita tidak mau tahu bagaimana caranya dia mendapatkan uang yg penting modal pokok + bunga terbayar...
    dan yang paling penting adalah merubah sistem perekonomian konvensional (Kaptial/Liberal) yg menjadi acuan ekonomi makro di indonesia di ganti dengan ekonomi syariah. karena dgn jelas, jika kita menggunakan ekonomi konvensional maka hutang kita akan terus berjalan selain pola APBN kita yg menggunakan paham APBN Defisit bukannya APBN berimabang ataupun Surplus..
    dari persamaan akuntansi konvensional dasar "Aktiva=Hutang+Modal" , jelas cara untuk menambah kekayaan yang cepat (dalam konteks kenegaraan adalah devisa) adalah dengan Hutang.. dalam akuntansi syariah "Aktiva=kewajiban+investasi tak terikat+modal" dalam akuntansi syariah yang ditekankan adalah investasi tak terikat. hutang/kewajiban sifatnya urgent. tapi di negeri ini seolah-olah hutang menjadi kebutuhan utama atau solusi yg paling awal. saatnya kita berlaih sistem.
    BErlaih ke Sistem yang baik, ditunjang dengan orang-orang yg baik juga. orang yg baik tnp sistem yg baik = buruk, sistem yg baik dgn orang yg buruk = kehaancuran sistem..

    (ini menurut pendapat saya yg disadur dari berbgai referensi, klo ada salah tolong diingatkan dan dibetulkan jika ada yg benar tolong diajarkan dan diamalkan. karena kesalahan berasal dari saya sbg manusia sdngkan kebenaran datang dari tuntutan Allah SWT)

    BalasHapus