Rabu, 22 Desember 2010

22/12/2010



Satu hal yang ingin aku katakan. Aku bisa saja berlagak seperti malaikat yang memberimu berjuta-juta tausiyah setiap hari. Jelasnya, itu seperti diriku dulu. Yang memberikan nasehat, mengatakan ini itu dan sebagainya kepada orang lain.

Ya.. Aku cukup tau masalah hati. Aku tau keindahan dan runyamnya masalah hati. Buku-buku mulai dari Aa’ Gym, Habiburrahman, Salim A.Fillah, Ust. Didik, Rabi’ah Al-Adlawiyah, hingga buku-buku seperti chicken soup, Kahlil Gibran, dan sederet penyair cinta lainnya sudah kubaca habis.

Aku dulu bersikap seperti itu. Hingga akhirnya aku sadar, itu semua fana. Semua ucapan yang diberikan dengan alasan sebagai nasehat dan tausiyah bagiku omong kosong. Jika semua itu tak mampu kita tunjukkan dengan tingkah-laku kita sendiri. Bahkan sekarang aku berhati-hati jika ingin menjawab pertanyaan beberapa temanku tentang Islam, bukan karena tidak tau, tapi karena pertanggung-jawaban atas tindakan itu yang mengawang pikiranku.

Aku malu mengatakan semua kebaikan itu jika itu tak mampu aku lakukan. Maaf, ayat yang menyindir orang-orang yang berani mengatakan sesuatu yang tidak bisa mereka kerjakan cukup menghentakku.

Kata-kata memang membentuk dunia. Dan sebuah hati bisa saja luluh dengan sebuah kata-kata. Tetapi buatku, keajaiban kata-kata hanya berujung pada dunia maya. Kebaikan-kebaikan yang kata-kata antarkan hanya bisa menjadi kebaikan jika diantarkan oleh goresan nyata tangan-tangan manusia.


Itu yang sedang aku lakukan padamu. Aku tidak ingin memberimu kata-kata indah tentang kebaikan-kebaikan yang manis setiap harinya, seperti yang dia lakukan. Aku tidak ingin menggunakan topeng malaikat untuk memberimu persepsi, bahwa aku seorang ikhwan sejati. Aku bisa saja bersikap sepertinya, tapi aku memilih untuk tidak melakukan sepertinya. Aku ingin kamu tau aku ‘pure’, seperti aku sekarang.

Harapku kamu mengenalku dengan segala kekuranganku. Aku sering memberitahukan kekuranganku. Karena aku berharap kamu menilai kelebihanku secara obyektif. Aku berharap kamu begitu mengenali kekuranganku lebih dahulu daripada kelebihanku. Kenapa? Karena lebih sulit menerima kekurangan orang yang kita sayangi, ketimbang menerima kelebihannya.

Konsekuensinya jelas, bisa saja rasa yang kamu punya berkurang karena tidak menemui sosok yang sesuai dengan harapannya. Bisa saja kamu beralih pada sosoknya, yang mampu memberikan kata-kata manis dan tausiyah setiap hari.

Mungkin itu yang aku pikirkan sekarang. Banyak hal yang kamu ceritakan padanya, dan tidak padaku. Banyak hal yang kamu ungkapkan padanya, tapi tidak padaku. Kenapa aku tidak ingin mengatakan kegundahanku secara langsung? Karena aku ingin waktu yang menjawab. Aku ingin takdirnya yang berbicara. Apakah aku memang pantas atau tidak bersanding denganmu.

Buatku, cinta itu saling menerima dan saling memahami kekurangan-kelebihan. Sebuah kalimat yang aku sendiri masih belajar untuk menggapainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar