Minggu, 17 Oktober 2010

Pertukaran

Dunia ini penuh dengan pertukaran. Mulai dari pertukaran sederhana antara panas-dingin hingga pertukaran kompleks seperti kepemilikan tubuh atas ruhnya. Semuanya serba bertukar. Seperti keniscayaan yang tak terbantah. Menggulung semua kestabilan. Mendinamiskan kemandegan. Memutar diam dalam pola perubahan rancak. Hingga genangan kehidupan ini terus-menerus beriak, bergelombang, dan bercipratan.

Mengapa manusia tak siap? Karena kebanyakan manusia ga’ tau, bahwa sudah waktunya hal tersebut bertukar. Logikanya sederhana. Seperti siang yang bertukar dengan malam, begitu juga sebaliknya, sesimpel itu. Tak ada yang mampu menghalangi pertukaran, kecuali Sang pencipta.

Kebanyakan manusia bertanya, “kenapa aku tua?”, “kenapa dia mati?”, “kenapa aku yang dahulu populer sekarang tidak?”, dan sebagainya. Jelas jawabannya, “sudah saatnya bertukar”. Sudah saatnya muda, hidup, dan populer bertukar dengan tua, mati dan marginal. Semua itu wajar.

Alangkah lucunya ketika kita meratapi siang dan malam. Lalu bertanya, “kenapa siang telah berakhir?”. Jelas siang berakhir karena sudah saatnya bertukar. Lantas mengapa mudah memahami siang-malam, tetapi sulit memahami pertukaran hidup, muda, dan populer. Aneh, logika yang sama persis tetapi butuh power yang lebih pada salah satunya. Manusia memang sering lupa.

Usaha manusia untuk mempertahankan dan menerobos garis pertukaran itu hanya akan memancing ketidak-beruntungan. Dampak-dampak negatif akan terasa karena perlawanan kodrat.

Sama seperti usaha-usaha para wanita untuk menjadi seorang pria atau sebaliknya. Perlawanan kodrat akan membuahkan hal-hal negatif lain. Bertambah masyhur. Bertambah subur. Dengan krisis moral dan toleransi yang berlebihan. Sekarang siapa yang akan bertanggung-jawab ketika ‘penyakit’ homoseksual dan lesbian menjamur di tengah masyarakat? Tidakkah itu diawali dengan perlawanan kodrat ke’laki-laki’an dan ke’perempuan’an? Lalu berkembang menjadi perlawanan kodrat dalam hal seksualitas?

Manusia memang sering lupa,

Maka Kami jadikan bahagian atas kota itu terbalik ke bawah dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras.” (Al-Hijr: 74)

Maka ketika perlawanan kodrat telah sampai pada batas-batas yang sudah tak mungkin lagi ditoleransi, kekuatan-Nya lah yang kan membungkam.

Lalu siapa yang harusnya bertanggung-jawab terhadap khilafnya manusia terhadap hartanya? Banyak manusia yang tak sadar bahwa sudah saatnya harta mereka bertukar kepemilikan. Bisa jadi bukan karena hukuman, tapi justru karena pertukaran itu membawa manfaat yang lebih besar pada masyarakat. Apa yang terjadi saat manusia berusaha melawan kodrat pertukaran? Jangan-jangan penyakit curang, korupsi dan suap adalah bentuk gambaran ketidaksadaran manusia akan waktu pertukaran yang telah digariskan?

Siapa yang bertanggung-jawab terhadap dampak korupsi, curang dan suap? Siapa yang menanggung dampak negatifnya? Penyakit apalagi yang akan tumbuh di tengah penyakit itu?

Siklus pertukaran itu sebuah hukum alam yang tak terbantahkan. Tak kan pernah ada suatu hal pun di dunia ini yang mandeg dan tak bertukar, kecuali pertukaran itu sendiri. Pertukaran tak kan pernah bertukar. Karena jika pertukaran bertukar, kita tak lagi ada di dunia. Mungkin saat itu adalah saat di mana semua kan jatuh pada judge sejati antara kebahagiaan sejati atau penderitaan sejati. Dan akhirnya keabadian yang menjadi landasan kehidupan umat manusia seluruhnya.

Sudah saatnya manusia sadar bahwa pertukaran adalah keniscayaan. Ketika manusia sudah lebih banyak sadar, maka mereka tidak akan terlalu menuntut tentang apa yang menimpa diri mereka. Karena ketika apa yang menimpa adalah hal yang tidak diharapkannya, itu adalah tanda bahwa sesuatu yang diharapkannya sedang bertukar. Maka ingatlah juga bahwa kesakitan dan kesedihan pasti akan bertukar. Tidak mungkin selamanya. Karena kodratnya pasti bertukar! Pasti!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar