Kamis, 14 Mei 2009

Sepotong Cinta Seorang Muslim

Manusia tidak akan mampu menjalani hidup tanpa cinta. Tanpa cinta, kehidupan akan gersang, hati menjadi keras, dan tubuh menjadi kurus kering laksana mayat. Selayaknyalah manusia hidup dengan perasaan cinta kasih. Manusia yang telah kehilangan perasaan cinta, biasanya tubuhnya laksana mayat, atau menderita depresi dan gangguan kejiwaan dan kesedihan. Karena, ia telah kehilangan gairah hidup.[1]

Cinta….cinta….cinta…..

Kaitan huruf indah ini tak bisa sembarangan terucap dalam kehidupan seseorang, sakral. Walaupun hanya terdiri dari lima huruf, kata ‘cinta’ ternyata mampu menghipnotis seorang lumpuh berjuang sekuat tenaga melawan keadaannya dan sebaliknya mampu membuat seorang penguasa kerajaan takluk tanpa perlawanan. ‘cinta’ adalah misteri yang tak kan bisa disentuh oleh seseorang berhati batu karena kodratnya yang lembut, indah, dan menyejukkan.

Pernahkah terpikir dalam pikiran kita, makna ‘cinta’ yang sebenarnya, yang murni, jernih, tanpa campuran noda apa pun?? Pernahkah terbayangkan bahwa ciuman atau kecupan sayang seorang ibu yang tulus merupakan bukti cinta dan keindahan yang mendalam dan kesetiaan yang teguh tanpa harus terurai dalam kata-kata. [2] Akuilah kenyataannya, cinta terindah yang kita rasakan dalam kehidupan kita selama ini adalah cinta yang telah ibu berikan pada kita semua, sejak kita lahir tak mampu berbuat apa-apa dan mendapatkan makanan pertama dari tubuhnya, sampai saat ini menjadi mahasiswa yang masih membutuhkan kata-kata penyemangat dan doa beliau untuk kesuksesan kita. Ingatlah, jika kita sudah jauh merantau dan jarang bertemu ibu, maka begitu ada waktu untuk pulang melihat ibu, pulanglah atau aturlah jadwal untuk itu! Mereka menantikan kehadiran kita. hati akan semakin tersayat, ketika pulang hanya untuk melihat jasad ibu. Nikmatilah kebersamaan dengan ibu tercinta, sebelum terlambat.[3]

Perhatikan gejolak yang ada dalam dada ini, yang seolah ingin merangsak keluar ketika mengingat ibu, itulah cinta yang sebenarnya. Perumpamaan yang indah tersembur deras dari kata-kata F.Rene Van de Carr,, M.D dalam puisinya:

………..

Pertama kali kau menyapaku

Tanpa suara;

Tetapi sangat asih

Dari diriku yang paling dalam

Di sini

Ummi, Aku Di sini

Sekarang perhatikan cinta Allah kepada hambanya yang terpercik dari hadits Qudsi:

“barangsiapa yang mendekat padaKu sejengkal, maka aku akan mendekat padanya sehasta; barangsiapa mendekat padaKu sehasta, maka Aku akan mendekat padanya sedepa; dan barangsiapa yang datang padaKu dengan berjalan, maka Aku akan mendatanginya dengan berlari-lari kecil.” (H.R Bukhari dan Muslim)

Lihatlah, Allah dengan segala Maha Tinggi-Nya berkenan menunjukkan rasa cintanya pada kita,, siapakah kita, wahai kasihan, sehingga Dia mencintai dan mendatangi kita dengan berlari-lari kecil!!?

“tidak aneh hamba yang mencintai tuannya, tetapi sungguh amat aneh tuan yang mencintai hambanya.”

Wahai pemuda yang berkalung kebanggaan dan berbaju kepandaian, ingatlah jati dirimu. Setiap siapa pun yang beragama islam adalah muslim, tak terlepas apakah engkau adalah mahasiswa FEB UGM, anak jakarta, anak Yogyakarta, mantan ini, mantan itu, atau yang lainnya. Seorang yang beragama Islam adalah Muslim, yang harus selalu mengingat keislamannya adalah hal yang akan dipertanggungjawabkan pada sosok ibu yang kita mencintainya dan dia mencintai kita, juga pada Dzat yang Maha Mencintai, yang telah menciptakan kita, ibu, dan sahabat-sahabat kita, karena kecintaan-Nya pada diri yang tak tahu berterimakasih ini.

Selembar penyesalan atau setetes air mata, tak kan berarti apa pun, jika dalam langkah kehidupan berikutnya, jejak yang tertinggal tak ubahnya seperti jejak yang tertinggal sebelum lembaran penyesalan dan tetesan air mata tersebut. Allah dengan segala cintaNya dan ibu dengan segala kerelaan berkorbannya adalah bukti nyata, yang seharusnya menjadikan inspirasi dan menyadarkan kita. Bermuhasabahlah pada-Nya saat ini juga, sebelum saat dimana mulut ini tak mampu berbicara karena kuasa-Nya, dan kita hanya bisa melihat dan meratapi fakta, bahwa kita merupakan seorang yang mengaku muslim, tetapi ternyata menjadi orang pertama yang hatinya mengingkari dan berkhianat terhadap cintaNya. Na’udzubillahimindzalik.


[1] Diambil dari buku, “hati sebening mata air” karya Amru Khalid

[2] Diambil dari buku, “Setengah isi, setengah kosong” karya parlindungan marpaung

[3] Diambil dari buku, “Setengah isi, setengah kosong” karya parlindungan marpaung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar