Rabu, 24 Juni 2009

Fenomena Gunung Es Komunitas Motor Gede

“Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh para pengendara motor gede mirip dengan fenomena gunung es, dimana hanya sebuah gunung kecil yang terlihat di permukaannya padahal di dalam perairan terdapat gunung es besar yang tidak terlihat.”

Perilaku seseorang di mana pun tempatnya, siapa pun dia, sebenarnya hanya merupakan gejala-gejala kecil dari luapan jati dirinya yang sebenarnya. Seorang yang tidak bisa tepat waktu contohnya, tidak bisa dilihat dan diklaim hanya bahwa seorang tersebut orang yang tidak disiplin. Di dalam tindakan dan tingkah lakunya terdapat sesuatu yang lebih besar dan mendasari semua perbuatannya. Di dalam kasus seorang yang telat tersebut ada sebuah paradigma besar yang bermasalah di alam bawah sadarnya, itu adalah permasalahan respect. Bisa jadi tindakan-tindakan yang dilakukannya dan tingkah laku yang ditunjukkan tidak selesai pada permasalahan kedisiplinan waktu, pasti ada hal-hal lain yang ikut bermunculan dan berasal dari paradigma yang sama tetapi dalam wujud yang berbeda. Bisa jadi dia juga adalah orang yang tidak hormat pada orang lain, tidak konsisten dengan kata-kata yang telah dia ucapkan, suka berbohong dan sebagainya.

Hal ini mirip dengan fenomena gunung es. Yaitu fenomena di mana gunung-gunung es yang terlihat hanya yang berada di atas permukaan, padahal di bawah gunung es tersebut terdapat gunung es raksasa yang tersembunyi di balik perairan dan menjadi akar dari semua gunung es yang bermunculan.

Teori gunung es ini sangat berkaitan dan sangat bisa direfleksikan ke dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Masih segar diingatan kita bagaimana cerita seorang Edwin yang menghadapi masalah dengan komunitas motor gede. Kejadian yang sebenarnya masih simpang siur, tetapi yang pasti, seorang istrinya yang sedang hamil 5 bulan beserta 3 orang anaknya menderita trauma. Kasus ini ter-blow up ke media dengan sangat santer dan mengisi headline-headline di berbagai tempat. Berbagai elemen masyarakat pun turut memberikan pendapat sesuai dengan bidang mereka masing-masing.

Motor gede paska kejadian itu memang menjadi pembicaraan hangat di beberapa tempat. Diskusi-diskusi di beberapa tempat bahkan sepakat bahwa komunitas motor gede tidak bisa ditolerir karena telah beberapa kali melakukan tindak anarki sehingga harus dibubarkan. Hal ini lumrah mengingat bagaimana track record dari kejadian-kejadian tindak kekerasan yang dilakukan komunitas ini memang telah beberapa kali terjadi.

Banyak sekali argumen miring yang terlontar dari masyarakat mengenai motor gede ini. Ada yang berpendapat bahwa motor gede hanyalah komunitas berisi preman-preman berduit. Ada yang mengatakan bahwa motor gede tidak membayar pajak. Ada yang mengadukan tentang pengalamannya yang tidak mengenakkan ketika berpapasan dengan pengendara motor gede di jalanan dan terpaksa harus mengalah. Lalu ada lagi yang mengkritik tindakan dan kelakuan mereka yang cenderung seperti raja, menerobos lampu merah, membuat pekak telinga dengan derum mesin motor mereka yang memang besar, berpenampilan layaknya orang yang harus ditakuti dan dihargai, dan sebagainya.

Beberapa lontaran penilaian negatif dari masyarakat kepada komunitas motor gede tersebut bisa jadi hanya sebuah gejala gunung es. Sebenarnya di bawah alam bawah sadar para pengendara motor gede tersebut ada paradigma yang bermasalah dan menyebabkan tindakan mereka menjadi seperti yang sekarang ini terjadi. Paradigma yang menjadi mayoritas penyebab masalah-masalah sosial yang terjadi. Paradigma respect.

Harga sebuah motor gede yang bisa disamakan dengan harga empat petak tanah itu pasti hanya bisa dimiliki oleh orang-orang kelas menengah atas dan bahkan cenderung kaya. Tidak mungkin sebuah motor gede bisa dimiliki oleh kalangan menengah ke bawah, apalagi mengingat perawatan dan bahan bakar yang harus menghabiskan biaya cukup banyak setiap periodenya. Di sinilah bisa di ambil akar permasalahannya. Komunitas motor gede yang mayoritas dimiliki oleh orang-orang kaya dan mapan tersebut pasti memiliki budaya dan etika bermasalah. Dan jika meminjam teori gunung es, bisa dikatakan bahwa budaya dan etika komunitas motor gede yang mayoritas dimiliki oleh orang-orang kaya dan mapan tersebut pasti berasal dari paradigma respect yang bermasalah.

Pendapat bahwa orang-orang kaya memiliki paradigma respect yang bermasalah memang tidak bisa digeneralisir. Tapi sayang, kenyataannya mayoritas seperti itu yang terjadi. Orang-orang yang berada di dalam komunitas itulah yang akhirnya membawa citra motor gede ke arah negatif dengan paradigma respect mereka yang bermasalah. Ini terbukti dari beberapa diskusi yang dilakukan bersama para anggota motor gede tersebut, dan mayoritas dari mereka mengatakan mereka tidak mengganggu kepentingan umum. Padahal dari penjaringan aspirasi yang dilakukan secara acak semua sampel masyarakat umum mengatakan motor gede mengganggu kepentingan umum. Percuma mengurusi sistematika dan mekanisme conrtrol terhadap komunitas ini. Permasalahan-permasalahan dalam bentuk yang lain pasti akan muncul dari komunitas motor gede ini jika paradigma respect tersebut masih bermasalah.

4 komentar:

  1. kayanya mang harus ditindak tegas tuch,beberapa kali saya lewat puncak dan kebetulan berpapasan dengan mereka benar2 membuat risih orang sekitar.karna seolah-olah mereka yang punya jln,maen seenaknya serabat serobot jalur orang.............bagusnya di bubarin aja ato min.ada aturan tegas dari pemerintah kita............piss

    BalasHapus
  2. KAISAR STUDIO [foto&video] siap menabadikan event2 moge
    - Wedding
    - Lounching
    - Gathering
    - dan all event
    Hubungi : 021 37771317, 081 7771317
    Salam

    BalasHapus
  3. Dijual Motor Besar Honda Golden Wings 1998, 1200cc Rp.100jt net Peminat serius hub deni 081809886936

    BalasHapus