This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 20 Januari 2009

Diam atau Bergerak untuk Bumi yang Lebih Baik

Selayang bayangan lamunanku terbang membayangkan keindahan surga dimana Adam dan Hawa menjalani awal-awal kehidupannya. Ya,….. sungguh mungkin saat-saat itu adalah saat kehidupan terindah yang pernah ada dalam kehidupan manusia. Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, kolam madu dan susu, kesejukan dan kedamaian tiada tara, dan semua kenyamanan yang tidak pernah terbayangkan oleh manusia yang berada pada zaman setelahnya. Adam dan Hawa menjalani kebahagiaan tiada tara itu, bahkan mendapatkan semua keinginan tanpa harus berusaha keras meraihnya, namun sayang, suatu ketika mereka melakukan kesalahan fatal memakan buah khuldi yang terlarang. Buah yang seharusnya tidak dimakan oleh penduduk surga itu mereka makan dan menjadikan Allah membuat keputusan atas ketidaksyukuran mereka, yaitu akhirnya Allah mengasingkan mereka di di tempat baru karena kesalahan mereka, tempat baru yang sangat berbeda dengan surga, tempat baru yang kemudian menjadi tempat ukiran batu sejarah kehidupan manusia.

Sekelumit kisah tertua tersebut menjadi mukaddimah awal perenungan urgensi jati diri manusia dan hubungannya dengan bumi. Dalam gambaran selayang pandang di atas manusia tergambar sebagai ‘makhluk asing’, alien-alien yang datang ke bumi karena diasingkan akibat dari kesalahan mereka melanggar peraturan surga. Bisa disimpulkan bahwa manusia dalam perspektif tersebut seharusnya mengerti posisi dan sejarah jati diri mereka sebagai pendatang, bukan sebagai bangsa ‘pribumi’.

There’s not coincidence in this universe, tidak ada yang kebetulan di jagat raya ini, dalam refleksinya terhadap kejadian sejarah perpindahan manusia dari surga ke bumi kata-kata ini menjadi kata-kata yang seharusnya dipegang teguh sehingga tidak menimbulkan pemahaman yang keliru. Keyakinan yang kuat muncul dari dalam hati saya dan mengatakan bahwa Allah sudah mendesign semua ini, Allah sudah mengatur dan menuliskannya di lauhul mahfudz tentang keberadaan dan tugas sebenarnya di bumi, menjadi khalifah dan mengatur bumi dengan segenap pikiran dan otoritasnya sehingga terbentuk bumi yang lebih baik dan sejahtera.

Sangat disayangkan saat ini kata-kata tersebut hanya menjadi kata-kata langit yang seolah mengambang-ambang di udara tanpa memiliki massa, terbang ringan dan terapung di langit biru dan tidak mampu tertarik jatuh oleh gravitasi bumi. Kata-kata bahwa manusia seharusnya menjadi khalifah hanya menjadi angan-angan belaka tanpa impelementasi konkret dalam kehidupan bumi dari hari ke hari. Bisa kita lihat contoh konkret bagaimana bumi saat ini mengalami krisis udara bersih, air bersih, hutan, tanah yang subur, bagaimana kita mengetahui juga bahwa bumi mengalami masalah global warming, yang berimplikasi pada sangat terganggunya kehidupan manusia dan makhluk-makhluk bumi yang ada. Pembangunan gedung-gedung bertingkat seolah makin hari makin menyapu peradaban tumbuhan dan hewan, mempersempit ruang gerak mereka dan akhirnya membunuh mereka yang berada di daerah tersebut. Kendaraan-kendaraan bermotor yang setiap hari lalu lalang menerbangkan asap-asap polusi dan melubangi ozon yang luasnya hampir sebesar eropa. Limbah-limbah pabrik yang tidak bisa hancur makin lama makin menumpuk hampir menjadi setinggi bukit dan menghasilkan bau yang sangat mengganggu di sekitarnya, bahkan menyebabkan longsor pada beberapa daerah rawan longsor.

Pertanyaannya sekarang, apakah semua hal itu adalah hasil dari ilmu pengetahuan, teknologi, dan peradaban yang makin maju dari manusia? Mengapa 3 hal yang seharusnya menjadikan kehidupan manusia makin baik tersebut malah menciptakan bencana jangka panjang bagi kehidupan seluruh makhluk bumi?

Saya pikir segala bencana tersebut adalah hasil dari cara berpikir manusia yang keliru. Dari masa ke masa entah mengapa pendidikan dari rendah sampai yang tinggi sekalipun hasilnya adalah mencetak manusia-manusia pragmatis tanpa kepedulian. Tingginya ilmu pengetahuan tidak lantas linear menyebabkan masalah kebumian ini terpecahkan. Terjadi pengkotak-kotakan tanggung jawab. Masalah kebumian ini seperti lantas menjadi beban dan tanggung jawab beberapa manusia yang memang mengurusinya, seperti menteri kehutanan dengan professor-professor di bidang kehutanan, atau menteri lingkungan beserta professor-professor di bidang lingkungan saja. Sementara professor-professor atau menteri-menteri teknologi, ekonomi dan bisnis yang paling memiliki andil besar dalam kerusakan bumi hanya segelintir yang tergerak hatinya untuk memikirkan masalah ini. Seharusnya mereka-mereka adalah garda terdepan yang memikirkan masalah-masalah yang timbul akibat kemajuan-kemajuan teknologi dan profit oriented yang ada yang kemudian memberikan dan menularkan pemikiran-pemikiran mereka pada murid-murid atau masyarakat luas. Akan sangat banyak manfaatnya ketika mereka turut andil dalam menyukseskan pemecahan masalah kebumian yang ada, transfer ilmu dan semangat perbaikan bumi akan sangat terasa di seluruh daerah di bumi dan menjadikan revolusi besar dalam perbaikan bumi ke arah yang lebih baik.

Hal ini harus dilakukan secepatnya mengingat bumi sudah hampir kehilangan kesabarannya menghadapi perantau asing yang bernama manusia ini. Bumi sudah cukup suntuk mengingatkan tamunya ini dengan sedikit sentilan dan colekan gempa bumi, tanah longsor, banjir, angin rebut, dan sebagainya. Akankah kita semua berdiam diri melihat semua realita yang ada dan berdiam diri dengan segala kemungkinan yang mungkin akan terjadi pada manusia yang bahkan sampai pada kepunahan manusia? Ini semua adalah tanggung jawab kita semua, para penduduk bumi, untuk menyadarkan teman, saudara, orang tua, kakek nenek ,dan semua orang untuk bergerak bersama sekecil apapun dalam rangka perbaikan bumi ke arah yang lebih baik.

Rindu

Suara rintikan air kecil jatuh membelai udara……………

Mengalun merdu……………..

Lembut menghanyutkan…………

Mendamaikan……

Membirukan……..

Menyuarakan keanggunan tiada tara dari kenangan-kenangan indah terukir……


Keteduhan sore yang ditemani gemericik hujan ini…..

Seolah mengingatkanku pada sesuatu……

Merindukanku pada rindu……

Yang sehelai demi helainya hilang dalam ingatan dan hatiku….


Kata-kata “Selamat jalan”….. “Sukses”…….. “Sampai bertemu lagi”……. seiring terucap…..

Satu setengah tahun yang lalu…… di pemberangkatan penerbangan itu……….

Terngiang-ngiang dan membuat dada ini sesak…….


Aku merindukannya…….. masa-masa indah akan lantunan ayat-ayat suci dengan hati-hati sewarna…..

Aku merindukannya…….. tawa bahagia bersama tangisan haru membiru……

Aku merindukannya…….. kebersamaan…… yang saat ini sedang mengendap tidur di balik selimut waktu….


Aku seolah tidak sabar menunggu masa dimana kita bisa bertemu lagi…… bercengkrama lagi….

Saling menanyakan kabar dan berbincang tentang masa depan……….

Berjalan langkah demi langkah dengan keringat yang sama-sama mengucur membasahi kening dan pelupuk wajah…………


Aku tidak sabar bertemu dengan kalian kawan……..

Semoga Allah mempertemukan kita dalam lautan kerinduan-Nya………

Amien……..